Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Jumlah titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera bertambah dari 150 menjadi 154 menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Kamis.

Menurut data hasil pencitraan satelit Terra & Aqua yang terakhir diperbarui pukul 06.00 WIB, Sumatera Selatan masih menjadi penyumbang terbanyak dengan 77 titik panas disusul Lampung (33), Bangka Belitung (14), Bengkulu (13), Riau (9), Sumatera Barat (4), Jambi (3) dan Kepulauan Riau (1).

Titik-titik panas Riau tersebar di Kabupaten Indragiri Hulu (4), Rokan Hilir (2), serta Bengkalis, Pelalawan dan Kepulauan Meranti masing-masing dengan satu titik panas.

Dari seluruh titik panas Riau, ada dua yang merupakan titik api, masing-masing satu di Indragiri Hulu dan Pelalawan.

BMKG menyatakan Riau berada dalam masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan sejak Agustus, sehingga hujan belum merata.

Stasiun klimatologi BMKG mengeluarkan peringatan mengenai dua daerah di Riau yang rawan kebakaran hutan dan lahan karena mengalami hari tanpa hujan cukup panjang.

Kecamatan Rantau Kopar di Kabupaten Rokan Hilir tidak hujan berturut-turut selama 13 hari, dan Kecamatan Ukui di Kabupaten Pelalawan sudah 24 hari berturut-turut tidak hujan menurut Staf Analisa Stasiun Klimatologi Tambang Provinsi Riau, Ardhitama, kepada Antara di Pekanbaru.

Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Riau sudah mengeluarkan ultimatum tegas untuk menghukum pelaku pembakaran hutan dan lahan.

Komandan Satgas Karhutla Riau, Komandan Resort Militer 031/WB Brigjen TNI Sonny Aprianto, telah memerintahkan jajarannya menembak pembakar hutan dan lahan.

"Saya menyatakan 99 persen kebakaran hutan dan lahan di Riau ini adalah akibat ulah manusia dan itu disengaja. Sehingga saya menegaskan pada hari ini, selanjutnya memerintahkan kepada para Dandim, apabila tertangkap tangan atau ditemukan oknum pembakar lahan yang disengaja untuk tembak di tempat," katanya pada pertengahan Agustus.

Baca juga:
Satelit deteksi 150 titik panas di Sumatera
Kemarau lebih panjang, risiko kekeringan-kebakaran meningkat

 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018