Nairobi (ANTARA News) - Somalia sedang mempertimbangkan untuk membentuk sebuah perusahaan minyak negara, dengan 49 persen saham dikuasai PT Medco Energi Internasional Tbk dari Indonesia dan Kuwait Energy Company, demikian menurut dokumen yang diterima Reuters. Dokumen pemerintah tersebut, dengan judul "Kebijakan Minyak Somalia", mengindikasikan bahwa kedua perusahaan itu akan memperoleh saham mereka di Somalia Petroleum Corporation pada 31 Agustus. Namun demikian, hal itu akan tergantung pada persetujuan undang undang perminyakan nasional yang sedang menunggu debat parlemen, para analis mengatakan. Perdana Menteri Ali Mohamed Gedi diyakini berkeinginan draf perundang-undangan yang mengatur eksplorasi minyak dan gas di negara terpecah belah di Semenanjung Afrika itu segera diberlakukan. Rencana Undang Undang itu disetujui oleh dewan menterinya pada Februari. Dokumen yang diterima Reuters itu juga menyatakan bahwa menteri perminyakan Somalia akan menyetujui tiga dari tujuh direktur untuk perusahaan baru itu -- dua dari Medco dan satu dari Kuwait Energy. Tujuh pejabat perusahaan yang terdaftar dalam dokumen itu bertindak sebagai penasehat pemerintah, termasuk Presiden Medco Hilmi Panigoro dan CEO Kuwait Energy Sara Akbar. Dengan kesepakatan bagi hasil skala miring, pemerintah dan perusahaan negara itu akan memperoleh penghasilan 1,2 miliar dolar atau 69 persen dari pendapatan apabila 50 juta barel disedot pada 50 dolar per barel. Jika output naik menjadi 350 juta barel, negara akan mengantungi 9,1 miliar dolar atau 72,8 persen menurut neraca dalam dokumen yang memperlihatkan penghasilan minus total biaya. Dokumen itu menyatakan pembayaran sewa berdasarkan acre sekitar 100 dolar per kilometer persegi. Para pejabat pemerintah tidak segera bersedia memberikan komentar. Perebutan kekuasaan Minyak telah menjadi semakin kontroversial di Somalia dimana para pakar mengatakan perebutan kekuasaan timbul antara Presiden Abdullahi Yusuf dan Perdana Menteri Gedi menyangkut hak eksplorasi. Bulan lalu, Financial Times mengatakan Yusuf telah mengisyaratkan sebuah kesepakatan bagi-hasil dengan produsen minyak dan gas lepas pantai terbesar China CNOOC Ltd.. Kabarnya ditandatangani tahun lalu, kesepakatan tersebut memberi CNOOC dan mitranya China International Oil and Gas hak 49 persen keuntungan dari minyak berapapun yang mereka temukan. FT juga mengatakan Gedi tidak mengetahui kesepakatan itu. "Undang undang perminyakan kini sedang disesuaikan dan harus melewati parlemen. Jika sudah dirampungkan, itulah saatnya kesepatakan dapat ditandatangani," utusan Somalia untuk Kenya Mohamed Ali Nur mengatakan kepada Reuters pada akhir Juli. Somalia tetap menjadi taruhan spekulatif minyak tanpa cadangan minyak terbukti, menurut Administrasi Informasi Energi AS, dan hanya 200 miliar kaki kubik cadangan gas alam terbukti. Namun, pada 1980-an perusahaan utama minyak Barat termasuk ConocoPhilips, Chevron dan Total membuat konsesi eksplorasi di Somalia, mundur ketika negara itu berubah menjadi kacau pada 1991 dengan pengusiran seorang diktator. Dokumen yang diperoleh Reuters itu juga menyebutkan menteri perminyakan itu akan mengirim surat pada 15 September kepada beberapa "konsesioner sebelumnya" tetapi tidak menyebutkan detail isinya. Dokumen itu mengatakan paling tidak 100 hingga 200 sumur mesti dibor untuk menentukan apakah ada minyak di wilayah yang terletak di seberang dengan Teluk Aden. "Pemerintah dapat memprakarsai ini", dokumen itu menyebutkan, jika seandainya pengeluaran itu tidak -- tiap sumur seharga antara 4-30 juta dolar -- sepadan dengan resiko yang ada apabila sembilan dari 10 sumur eksplorasi kering; dan kurangnya pengetahuan khusus. "Republik Somalia kini kekurangan dana dan sumber daya teknik untuk mengeksplorasi minyak sendiri," surat kabar itu mengatakan. "Ada perusahaan asing yang mampu secara keuangan dan teknis untuk melakukan hal itu, dan siap untuk menanggung resiko eksplorasi yang ada." (*)

Copyright © ANTARA 2007