Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Rambe Kamarul Zaman, menyebutkan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh salah tafsir uji materi Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh Partai Perindo terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden.

"Kalau putusan MK salah terkait pembatasan masa jabatan Presiden dan wakil presiden, apalagi salah penfsiran, maka akan menimbulkan masalah seperti kegamangan kostitusi atau kekacauan konstitusi. Apalagi sebenarnya semua sudah jelas dan clear," kata Rambe dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu. 

Rambe menuturkan, soal pembatasan masa jabatan yang diatur dari awal, presiden dan wakil presiden pada pasal 7 itu sebelum perubahan UU presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

"Nah ini lah yang menjadi soal, karena tafsirnya itu sesudahnya dapat dipilih kembali, jadi tafsirnya disitu beberapa kali dapat dipilih bisa, padahal kan tidak demikian," ujarnya.

Ia menjelaskan pada sidang istimewa MPR dari tanggal 10 sampai 13 november 1998, membahas rantap MPR, khususnya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil. 

"Tap MPR tahun 1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden, bunyinya presiden dan wakil presiden RI memegang jabatan selama masa 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan, itukan hanya untuk satu kali," tegas anggota Komisi II DPR RI ini.

Jadi, lanjut Rambe setelah menjabat 5 tahun, dapat dipilih kembali dengan jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Jadi ya dibatasi satu periode lagi dan disebutkan dengan jabatan yang sama. Selain itu ada bahasa, menjelaskan baik berturut-turut maupun tidak berturut," jelasnya.

Penjelasan semua itu, kata Rambe, ada di undang-undang, sehingga kata dalam jabatan yang sama hanya satu kali masa jabatan itu masuk langsung otomatis ke dalam pasal 7, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama pada untuk satu kali masa jabatan.

"Jadi pokoknya pembatasan masa jabatan itu 10 tahun mau berturut-turut atau tidak berturut-turut," tuturnya.

Sementara itu, mantan anggota PAH III dan PAH I BP MPR RI tahun 1999-2002, Agun Gunandjar Sudarsa menyebutkan, Pasal 169 Huruf Dan UU no 7 Thn 2017 tentang Pemilu sudah jelas dan tak perlu ada perubahan aturan lagi.

"Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakan supremasi hukum untuk kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel). Kekuasaan apapun dan siapapun, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sehingga mekanisme "checks and balances" dapat berjalan semakin terukur," ujarnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018