Agar penyelesaian RKUHP tidak berlarut-larut, maka KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus seperti tindak pidana korupsi, narkotika, pelanggaran HAM, pencucian uang, tindak pidana terorisme, sehingga delik-delik khusus diatur selur
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan kepada pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus agar penyelesaian Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak berlarut-larut.

"Agar penyelesaian RKUHP tidak berlarut-larut, maka KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus seperti tindak pidana korupsi, narkotika, pelanggaran HAM, pencucian uang, tindak pidana terorisme, sehingga delik-delik khusus diatur seluruhnya di luar RKUHP," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Menurut Syarif, KPK menghargai semangat untuk mengkonsolidasikan dan mensistematisasi RKUHP.

Namun, kata dia, karena ujung semua upaya ini adalah efektivitas penegakan hukum, maka seharusnya kepentingan penegak hukum menjadi prioritas.

"Sehingga pengaturannya sepatutnya memilih mana yang lebih dirasa efektif oleh penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi," ujarnya pula.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, lembaganya memandang pengaturan delik korupsi secara keseluruhan pada UU khusus atau UU Tipikor seperti yang ada saat ini dinilai lebih efektif.

Lebih lanjut, ia menyatakan revisi delik korupsi akan lebih efektif dan sederhana dilakukan melalui revisi UU Tipikor, termasuk kebutuhan untuk memasukkan ketentuan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang belum masuk ke dalam UU Tipikor maupun penyesuaian dan peningkatan sanksi bagi pelaku korupsi.

"KPK mengingatkan pada semua pihak bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang berakibat sangat buruk terhadap bangsa ini. Keseriusan kita semua dalam pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan," ujarnya.

Sikap dan aturan-aturan yang memperlemah pemberantasan korupsi, kata dia, tentu akan berakibat buruk bagi masa depan bangsa ini.

"Sinyal pemberantasan korupsi kami harap disampaikan secara tegas dan jelas karena pesan pemberantasan korupsi tidak dapat disampaikan dengan setengah hati," kata Syarif.

Sebelumnya, Syarif menyebutkan terdapat sejumlah persoalan yang dianggap berisiko bagi KPK atau pun pemberantasan korupsi ke depan jika tindak pidana korupsi masuk ke dalam KUHP.

Salah satunya di dalam RKUHP tersebut tidak ada penegasan soal kewenangan lembaga KPK.

"Itu tidak disebutkan juga apakah di dalam RKUHP itu sekarang tetap disebutkan kewenangan lembaga KPK bahkan terus terang sampai hari ini draf akhir dari RKUHP itu kami belum miliki, sudah kami minta tetapi selalu berubah-ubah walaupun kami ikuti terus tetapi bahwa ini draf terakhir finalnya yang akan diserahkan ke DPR belum kami lihat juga wujudnya," katanya pula.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo berjanji institusinya segera menyelesaikan RKUHP menjadi UU dan akan menjadi kado Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang.

"Kami juga melaporkan RUU KUHP sedang berjalan. Kami targetkan untuk memberikan hadiah kepada bangsa ini tepat pada HUT RI nanti kita selesaikan ini dengan baik," kata Bambang, saat memberikan sambutan dalam kegiatan buka puasa bersama dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berserta jajaran menteri di rumah dinasnya, Jakarta, Senin (28/5).

Dia berharap ketika 17 Agustus atau bertepatan pada peringatan hari kemerdekaan tahun ini, Indonesia memiliki panduan hukum dengan KUHP baru.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018