Banjarmasin (ANTARA News) - Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan Kalsel Fadly Mansoer mengatakan di Kalimantan Selatan idealnya sudah harus memiliki bank wakaf.

Menurut Mansoer di Banjarmasin Selasa, warga Kalimantan Selatan dikenal sebagai orang yang dermawan dan suka mewakafkan hartanya, baik yang bergerak maupun tidak bergerak untuk kepentingan umat.

Hal tersebut, tambah dia, sangat potensial untuk pengembangan ekonomi syariah sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan umat, terutama yang kurang mampu di daerah ini.

Sayangnya, tambah dia, hingga saat ini, di Kalimantan Selatan, bahkan di Kalimantan sekalipun, belum ada didirikan bank wakaf, untuk mengelola potensi wakaf yang ada, sehingga pemanfaatannya menjadi lebih maksimal.

"Saatnya Kalsel didirikan bank wakaf, sehingga potensi wakaf yang ada bisa dikembangkan dan dimanfaatkan lebih maksimal untuk kepentingan umat," katanya.

Berdasarkan situs "mysharing" yang dimanksud bank wakaf adalah bank yang pemegang sahamnya bukan individu tapi adalah ormas mulai dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, ICMI dan Majelis Ulama Indonesia.

Selain itu juga Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan lainnya.

Para ormas ini nanti akan menyetorkan saham ke bank wakaf. Namun sumber dana ormas ini bukan dari dana organisasi mereka, tapi dari wakaf yang berhasil dikumpulkan.

Ormas menerima dana wakaf dari wakif jadi pemegang saham bank wakaf ini bertindak sebagai nazhir pengelola dana wakaf.

Bank wakaf ini, nanti akan menyalurkan dananya kepada masyarakat kecil yang berhak menerima, untuk pengembangan usaha maupun lainnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia menggelar dialog dengan ulama Kalsel, untuk menyosialisasikan tentang program belanja bijak dan dialog tentang upaya pengembangan ekonomi syariah.

Bank Indonesia memprediksi ekonomi dan industri syariah berpotensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru Kalimantan Selatan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan Herawanto mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun Bank Indonesia Kalsel, terdapat beberapa potensi yang bisa mendorong tumbuhnya ekonomi syariah tersebut.

Potensi itu, antara lain, 96,7 persen penduduk Kalsel adalah muslim, selain itu, di daerah ini juga terdapat 242 pesantren, dan beberapa kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di daerah ini, selalu menarik minat, bukan hanya warga Kalsel, tetapi juga luar provinsi bahkan hingga mancara negara.

Potensi tersebut, juga didukung oleh sejarah budaya perekonomian Kalsel, yang sejak dulu telah melaksanakan transaksi perdagangan secara syariah.

Berdasarkan kajian Prof Ahmadi Hasan dalam jurnal "Prospek Pengembangan Ekonomi Syariah di Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan", disampaikan bahwa konsep ekonomi syariah di masyarakat Banjar sudah tidak asing lagi.

"Kehadiran konsep ekonomi syariah di masyarakat Banjar merupakan hal yang tidak asing lagi, karena nilai-nilai ajaran Islam yang berkaitan dengan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan," katanya.

Disebutkan, perilaku ekonomi (adat dagang) orang Banjar sejak dulu sangat kental dengan nilai kajian fikih muamalah Islam.

Secara simbolik, adat dagang orang Banjar dapat dilihat dari, bagaimana mereka memaknai akad sebagai sesuatu yang sangat signifikan dalam jual beli.

Menurut Herawanto, ekonomi Syariah tidak hanya terbatas pada penghimpunan dana dan pembiayaan syariah yang bersumber dari lembaga keuangan.

Umat Islam juga memiliki sumber penghimpunan dana dan pembiayaan lainnya, yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan manfaat yang lebih luas seperti dana zakat, wakaf, infak dan sedekah.

Lebih luas lagi, selain aspek penghimpunan dana dan pembiayaan, terbuka ruang untuk berbagai lingkup pengembangan ekonomi syariah diantaranya industri makanan halal, busana/fashion syariah, dan industri pariwisata syariah.

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018