Beijing (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan bahwa Indonesia belum maksimal memanfaatkan program beasiswa, terutama untuk jenjang pendidikan S2 dan S3, yang ditawarkan pemerintah China.

"Sebenarnya banyak fasilitas yang diberikan oleh China kepada kita, apalagi perkembangan teknologi China sangat pesat," katanya di Kedutaan Besar RI di Beijing, Jumat.

Ia menduga hal itu disebabkan lemahnya komunikasi antara Indonesia dengan China sehingga kelemahan itu harus segera dibenahi.

"Yang gencar justru Taiwan. Tidak punya hubungan diplomatik dengan kita, tapi malah luar biasa. Kita dapat bantuan beasiswa dari TETO (Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan di Indonesia) untuk 6.000 mahasiswa," ujar Nasir.

Bahkan 27 direktur dan rektor perguruan tinggi di Indonesia diundang secara khusus ke Taiwan.

"Mereka ke Taiwan bisa `U to U` (kerja sama antaruniversitas). Demikian juga dengan Jepang dan Korea (Selatan)," katanya.

Dibandingkan dengan Taiwan, Jepang, dan Korsel, lanjut dia, justru beasiswa dan kerja sama pendidikan dengan China yang kurang ada perubahan.

Di KBRI Beijing, Menristekdikti akan bertemu dengan para pelajar yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok (PPIT).

Sebelumnya Menristekdikti menghadiri pencanangan Tahun Inovasi China-ASEAN, Forum China-ASEAN, pertemuan bilateral dengan Menteri Iptek China Wang Zhigang, dan mengunjungi kampus Tsinghua University pada 12-13 April 2018.

Dari KBRI Beijing, Nasir dan rombongan bertolak menuju Chengdu, Provinsi Sichuan, untuk melakukan serangkaian kunjungan di antaranya ke Pusat Litbang Kereta Cepat di Xinan Jiaotong University.

Baca juga: Sejumlah perguruan tinggi China tawarkan beasiswa

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018