Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Setya Novanto meminta kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan kembali pencabutan hak politik selama lima sebagaimana yang tertuang dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK.

"Saya sudah hampir 20 tahun berkarir di dunia politik dimulai dari tingkat yang paling bawah hingga menjadi Ketua DPR RI, besar harapan saya agar pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani hukum supaya dapat dipertimbangkan oleh yang mulia Majelis Hakim atau setidak-tidaknya dapat kesampingkan," kata Novanto.

Baca juga: Cerita karir Setya Novanto: dari pembantu sampai ketua DPR

Hal tersebut dikatakannya saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan bahwa selama proses pemeriksaan persidangan, dirinya bersikap kooperatif baik kepada Jaksa Penuntut Umum maupun penyidik KPK untuk memperlancar semua persidangan.

"Saya masih mempunyai tanggungan istri dan dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah, khususnya anak saya Giovanno Farrel yang baru berusia 12 tahun, yang masih sangat membutuh figur seorang ayah," tuturnya.

Selain itu, kata Novanto, dirinya juga masih memiliki tanggungan anak-anak tidak mampu pada Yayasan Pesantren Al-Hidayah di Sukabumi dan Yayasan Yatim Mulia Nurbuwah di Sawangan Depok.

"Dukungan doa mereka lah yang membuat saya tetap kuat menghadapi semua ini," kata Novanto.

Ia pun juga meminta kepada Majelis Hakim agar dapat mencabut pemblokiran seluruh aset milik keluarganya.

"Kepada Majelis Hakim yang mulia terhadap seluruh aset-aset, tabungan, giro, deposito, kendaraan, dan properti yang diblokir baik itu yang atas nama saya sendiri, atas nama istri saya, atas nama anak-anak saya yaitu Rheza Herwindo, Dwina Michaella, Gabriel Putranto dan Giovanno Farrel Novanto agar dapat dicabut pemblokirannya, karena berdasarkan fakta persidangan tidak ada kaitan langsung dengan perkara ini," ujarnya.

Sebelumnya, mantan Ketua DPR Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik tahun anggaran 2011-2012.

Selain hukuman badan, jaksa KPK juga menuntut agar Setya Novanto membayar pidana pengganti senilai 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan subsider 3 tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura, Made Oka Masagung.

Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.
Baca juga: Setya Novanto merasa dijebak Johannes Marliem

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018