Bengkulu (ANTARA News) - Ny Yuli Setiawati, seorang guru SMP Negeri 21 Kota Bengkulu, mendatangi Polsek Sektor Gading Cempaka untuk melaporkan kepala sekolah yang telah memukulnya, Kamis 22/2.

"Mungkin kalau luka fisik dalam beberapa minggu bisa hilang, tapi trauma tidak bisa begitu saja, ini sama saja dengan mempermalukan profesi guru, apalagi saat kejadian dilihat banyak siswa," kata dia, di Bengkulu, Jumat.

Kejadian pemukulan tersebut, kata dia, berawal saat ia dipanggil kepala sekolah. Namun, pada saat itu Ny Yuli sedang bertugas mengawasi ujian praktik siswa di laboratorium IPA.

Dia memberi tahu rekan kerjanya bahwa akan menemui kepala sekolah usai ujian berlangsung. Tapi tidak lama ternyata kepala sekolah yang berinisial SP ini masuk ke ruangan tempat Yuli sedang mengawasi siswa dan marah karena panggilannya tidak dipenuhi.

"Bahkan dia sampai bilang, `Stop ujian, kan saya panggil`," kata Yuli menirukan kepala sekolah.

Yuli tetap berpendapat bahwa kepentingan siswa dalam ujian lebih utama, apalagi ini juga bentuk persiapan bagi siswa yang akan menghadapi ujian akhir kelas IX.

"Dia menarik tangan saya di depan banyak siswa, saya tidak terima dan mencoba melepaskan diri," lanjutnya.

Kepala sekolah juga sempat menarik kerah baju korban yang membuat korban terjatuh. Sesaat setalah bangkit kembali, SP memukul  mata kiri Yuli hingga lebam, kemudian luka di siku dan memar di pinggang belakang yang diduga akibat tendangan SP.

Yuli menduga tindakan kepala sekolahnya ini tidak lepas dari permasalahan di hari sebelumnya. Dirinya meminta kepada bendahara sekolah untuk dibelikan kertas lakmus dan indikator PH sebanyak empat set.

Namun yang dibelikan ternyata hanya dua set saja, sementara indikator PH dan kertas lakmus ini diperlukan untuk ujian praktik pada hari Kamis.

"Saya tanya ke bendahara katanya habis dari tokonya, tapi saat ditanyakan ke tempat membeli ternyata stok terus tersedia," kata dia.

Agar tidak mengganggu proses ujian, Yuli membeli keperluan itu dengan uang pribadi, namun saat ditagih, bendahara sekolah beralasan bahwa tidak bisa diganti karena pembelian tidak menggunakan kuitansi sekolah dan sekolah juga sedang tak memiliki kas.

"Dia (bendahara) berbohong lakmus itu habis, juga bohong soal harga yang ternyata lebih murah dari yang dikatakannya ke kepala sekolah," sebut Yuli.

Permasalahan dengan bendahara terkait penggantian uang pribadi Yuli untuk keperluan sekolah itu terjadi pada pagi Kamis sebelum ujian berlangsung, dan saat ujian berlangsung kepala sekolah mendatangi laboratorium tempat korban mengawas siswa yang sedang ujian.

"Saya sudah menduga ini terjadi karena kejadian pagi itu (permasalahan dengan bendahara), sebab sebelumnya saya tak pernah memiliki masalah atau cekcok dengan kepala sekolah," ujarnya.

Pewarta: Boyke ledy watra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018