Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang akan impor beras 500.000 ton beras dari Vietnam dan Thailand untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menuai pro dan kontra.

Sementara Kementerian Pertanian menyatakan Indonesia tak seharusnya impor beras karena stok dalam negeri cukup, apalagi panen raya di sejumlah daerah akan terjadi, sehingga stok nasional otomatis akan bertambah.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga rata-rata beras medium di tingkat penggilingan pada Desember 2017 naik sebesar 2,66 persen menjadi Rp9.526 per kilogram jika dibandingkan dengan November.

Kenaikan harga beras, khususnya kualitas medium pada Desember 2017, tersebut akibat ada kenaikan permintaan dari masyarakat.

Masih menurut BPS, kenaikan rata-rata harga beras bukan hanya terjadi pada beras kualitas medium saja, namun, untuk beras kualitas premium tercatat juga mengalami kenaikan menjadi Rp9.860 per kilogram atau naik 3,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kementerian Perdagangan menjamin keputusan untuk mengimpor beras oleh Perum Bulog sebanyak 500.000 ton tidak akan mengganggu para petani karena untuk menghindari kekosongan stok sebelum masa panen raya.

Importasi beras yang direncanakan oleh Kementerian Perdagangan dalam rangka memenuhi stok beras sebelum adanya panen raya yang mulai pada bulan Maret 2018. Kemendag berdalih impor dilakukan untuk menghindari kekosongan stok yang dapat mengakibatkan melambungnya harga beras di berbagai daerah.

Berdasar catatan Kemendag, hingga 17 Januari 2018, stok beras kewajiban pelayanan publik (PSO) Bulog sebesar 854.947 ton. Dari total stok tersebut, termasuk cadangan beras pemerintah yang sebesar 134.646 ton. Sementara rata-rata penyaluran beras untuk operasi pasar (OP) kurang lebih 8.902 ton per hari.

Dengan rencana penyaluran pada tanggal 18 Januari hingga 31 Maret 2018 sebesar 462.918 ton, diperkirakan sisa stok Perum Bulog per 31 Maret 2018 tinggal 142.029 ton.

"Pemerintah tidak mau ambil risiko kekurangan pasokan beras, mengingat panen raya diperkirakan baru akan terjadi pada bulan Maret 2018," ujar Enggartiasto.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan Indonesia akan memasuki masa panen puncak padi pada Februari sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi beras.

Menurut Mentan, Oktober 2017 musim hujan sehingga kalau umur padi tiga bulan, maka Januari 2017 berarti panen sehingga di Februari masuk panen puncak.

Kondisi cuaca tersebut sama dengan yang terjadi pada awal 2017. Ia mengatakan cuaca di Indonesia baru normal dalam dua tahun terakhir mengingat sebelumnya terjadi fenomena el nino dan la nina.

Selain itu terjadi peningkatan produksi beras karena dukungan pemerintah melalui penambahan luas sawah, pembangunan irigasi tersier, dan normalisasi saluran irigasi dan embung, serta pembagian bibit unggul.

Hal tersebut dinilai telah mampu meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman yang biasanya tanam satu kali menjadi dua kali.

Amran secara diplomatis menilai keputusan mendag impor beras khusus sebanyak 500.000 ton di awal 2018, tidak akan menganggu petani karena ada harga pembelian pemerintah (HPP).

Jangan diperdebatkan
Adanya perbedaan pendapat dua menteri tersebut tentu menjadi tanda tanya mengapa tidak ada satu suara mengenai perlu tidaknya impor beras, karena di satu sisi impor harus dilakukan karena stok menipis tapi di satu sisi impor tak perlu dilakukan karena stok cukup apalagi akan panen raya.

Sejumlah pihak pun ikut bersuara, apalagi sejumlah pimpinan daerah menyatakan menolak beras impor masuk di wilayahnya karena produksi dan stok yang ada di wilayahnya cukup.

Tapi ada juga yang mendukung langkah mendag karena stok beras dengan volume yang besar akan memberikan jaminan.

Apapun keputusannya yang diambil pemerintah tentunya sudah memperhitungkan plus-minusnya dan untuk kebaikan masyarakat, karena bagaimanapun juga pemerintah yang tahu pasti langkah yang perlu diambil untuk menjaga stabilitas harga dan stok beras.

Masyarakat pun tentunya diminta untuk jangan lagi memperdebatkan perlu tidaknya impor beras dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk mengurus kebutuhan pokok itu dengan harga terjangkau dan stok tersedia.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan kebijakan pemerintah yang mengimpor beras dari Vietnam tidak perlu lagi diperdebatkan karena keputusan sudah diambil.

"Kebijakan mengenai impor beras itu sudah tidak perlu lagi diperdebatkan karena sudah diputuskan. Yang perlu dilakukan sekarang adalah bagaimana mengawasi pendistribusiannya nanti," katanya.

Masyarakat memang seharusnya untuk tidak terus berpolemik terkait impor beras karena kondisi masing-masing daerah berbeda. Kalau akhirnya keputusan pemerintah pusat harus ada impor beras, pasti telah melalui pertimbangan yang sangat matang.

Polemik mengenai impor beras justru rawan digunakan untuk menekan petani agar menguntungkan pihak-pihak tertentu, padahal kenyataannya tidak sebesar polemik yang muncul.

Impor beras ini bagaikan dua sisi keping mata uang. Di satu sisi tentang kestabilan harga, di sisi lain tentang keuntungan petani sehingga melihatnya tidak bisa hanya dari satu sisi.

Apalagi jika polemik terkait impor beras terus terjadi justru menekan petani dan menguntungkan spekulan. Kondisi di masing-masing daerah bisa berbeda. Tetapi, karena sudah menjadi isu nasional lalu seakan-akan dipukul rata di semua daerah dampaknya sama.

Pemerintah tentunya sudah berhitung tujuan dari impor beras yang dilakukan oleh pemerintah tidak lain karena melihat stok cadangan beras dalam negeri yang memang berkurang.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018