Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Profesor Siti Zuhro menilai bahwa cara orang Indonesia dalam bermedia sosial belum mencerminkan kepribadian dan nilai luhur bangsa.

Mengaku serius mengamati media sosial tanah air sejak 2013, Siti Zuhro mengatakan di Jakarta, Jumat, media sosial di Indonesia masih dipenuhi dengan hujatan, dengan bahasa-bahasa yang tidak senonoh dan kasar, tidak ada penghormatan kepada orang lain.

"Tutur kata ini kan ungkapan dari kepribadian kita mengenai apa yang ada di sanubari kita," katanya.

Menurut dia, ini persoalan serius yang memerlukan perhatian semua pihak karena menyangkut harkat dan martabat bangsa.

"Dimensi sila kedua Pancasila sudah tidak lekat dengan kita. Nilai-nilai yang ada di sila kedua ini sudah sama sekali tidak melekat lagi di masyarakat kita," katanya.

Media sosial semakin jauh dari mencerahkan seiring dengan meluasnya berita palsu atau hoaks dan aksi saling merusak.

Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyehatkan media sosial. Yang pertama adalah mendidik masyarakat cerdas dan santun dalam beraktivitas di media sosial.

"Ada rasa malu kalau bertutur kata yang berlebihan," ujar pemegang gelar doktoral bidang ilmu politik dari Curtin University Australia ini.

Selanjutnya, kata Siti Zuhro, perlu ada aturan hukum yang jelas dan tegas serta penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten tanpa pandang bulu.

Menurut dia, masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji di media sosial, seperti menghujat maupun menyebarkan hoaks, karena penegakan hukum masih dirasa lemah, hukum dinilai runcing ke bawah tumpul ke atas.

"Mereka ini seperti semakin menghina karena mereka berasumsi hukum di negeri ini santai saja karena aturannya kurang tegas. Jadi, mereka merasakan tidak ada kepastian hukum, masyarakat kita tidak merasakan ada keterikatan hukum," ujarnya.

Yang tidak kalah penting, menurut Siti Zuhro, masyarakat butuh keteladanan. Menurut dia, sulit berharap masyarakat mempraktikkan nilai luhur bangsa apabila pada saat yang sama tokoh-tokoh yang diharapkan bisa memberikan keteladanan justru bersikap dan berperilaku sebaliknya.

"Saya berulang kali mengatakan bahwa kita butuh suri teladan, baik itu pemimpin kita di birokrasi, di politik, di dunia usaha, dari para tokoh yang ditokohkan itu. Nah itu tidak muncul," ujar dia.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018