Yogyakarta  (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional Kota Yogyakarta menyebut, pelajar dan mahasiswa masih menjadi target utama peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang sehingga antisipasi terhadap kelompok tersebut perlu ditingkatkan.

"Dari berbagai kasus narkoba, kelompok pelajar dan mahasiswa mendominasi temuan. Tentunya, perlu dilakukan berbagai upaya agar kelompok ini tidak semakin rentan," kata Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Yogyakarta AKBP Siti Afliah di sela sosialisasi penanggulangan peredaran narkoba di Yogyakarta, Jumat.

Sejumlah upaya yang dilakukan, lanjut dia, adalah melakukan razia di pondokan atau tempat kos yang banyak dihuni oleh pelajar atau mahasiswa.

Siti menyebut, tempat kos atau pondokan di Yogyakarta menjadi salah satu titik rawan peredaran narkoba karena seringkali ditemukan pondokan yang tidak memiliki induk semang.

Sebagian besar pelajar atau mahasiswa tersebut, lanjut dia, memilih mengonsumsi narkoba jenis sabu meskipun akhir-akhir ini juga ada temuan penyalahgunaan obat-obat terlarang lainnya.

"Pengguna narkoba ini banyak memilih sabu karena efeknya cukup keras bahkan bertahan hingga tiga hari meskipun harganya cukup mahal. Namun, pengedar sepertinya tidak kehilangan akal dan mereka membuat paket hemat untuk pelajar atau mahasiswa saat menjual narkoba," katanya.

Paket hemat tersebut, lanjut dia, adalah menjual narkoba seberat 0,5 gram. "Biasanya, narkoba jenis sabu seberat satu gram dapat dikonsumsi oleh lima orang dengan kisaran harga Rp1,2 juta. Jika dipakai bersama-sama, maka biaya yang ditanggung pun akan semakin ringan," katanya.

Siti menyebut, meskipun temuan kasus pengguna narkoba di Yogyakarta cukup banyak, namun pengedar lebih banyak berasal dari luar Yogyakarta atau DIY, seperti dari Klaten dan Solo.

Saat ini, BNNK Kota Yogyakarta melakukan rehabilitasi terhadap sekitar 16 pengguna narkoba yang berusia 10 hingga 15 tahun.

Selain di tempat kos atau pondokan, lanjut Siti, peredaran narkoba di hotel atau penginapan juga perlu terus diwaspadai.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Istidjab yang hadir dalam sosialisasi menyebut, terkadang karyawan di hotel tidak mengetahui jika mereka diperalat untuk membantu mengedarkan narkoba.

"Kami pun tidak bisa menyaring satu per satu tamu yang datang ke hotel. Namun, penguatan kepada karyawan agar tidak terjerumus mengonsumsi narkoba atau bahkan membantu mengdedarkan narkoba harus terus dilakukan. Ancamannya adalah hukuman pidana," katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017