Jakarta (ANTARA News) - Dari enam istana Presiden, hanya satu yang paling banyak disebut sebagai pusat pucuk pimpinan pemerintahan di Indonesia: Istana Merdeka.

Istana ini bukan yang tertua --karena Istana Negara lebih dulu dibangun-- pun bukan yang termegah --karena Istana Bogor punya sejarah yang lebih panjang dan bangunan yang jauh lebih besar.

Namun Istana Merdeka diingat karena menjadi tempat kediaman resmi Presiden beserta keluarga serta pusat upacara-upacara kenegaraan. Di samping itu Istana Merdeka mendapat tempat lebih khusus karena namanya "Merdeka".

Bukan sekedar nama, tapi punya simbol sejarah dan kemenangan perjuangan bangsa. Nama itu juga berlatar belakang satu peristiwa sejarah yang menandai berakhirnya penjajahan di Indoensia dan pemerintahan berdaulat Indonesia.

Dalam buku "Istana Presiden Indonesia" terbitan Sekretariat Negara RI (1995) yang disusun oleh Joop Ave diceritakan di 3 kota, Amsterdam, Jakarta dan Yogyakarta pada 27 Desember 1949 terjadi peristiwa yang bersamaan: pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Kerajaan Belanda yang diawali di troonzaal (ruang takhta) di Amsterdam dan diakhiri upacara khusus di halaman depan Istana Merdeka Jakarta yang dulu masih bernama Gambir.

Waktu menunjukkan pukul 10.00 di Amsterdam. Ada sekitar 350 orang hadir, yaitu anggota parlemen, pembesar belanda dan wakil-wakil diplomatik asing masuk ke dalam troonzal termasuk perdana menteri Mohammad Hatta, PM Belanda Willem Drees disusul oleh Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard dan pengiringnya.

Sementara di Jakarta pada pukul 16.00 WIB ratusan wakil pemerintah Belanda dan Indonesia, utusan negara asing dan PBB dipersilakan masuk ke ruang resepsi Istana Gambir. Mereka adalah delegasi yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan wakil tinggi mahkota belanda AHJ Lovink. Tepat pukul 17.32 WIB dilakukan penandatanganan protokol penyerahan pemerintahan.

Selanjutnya kedua delegasi menuruni tangga dan menuju halaman depan istana untuk mengikuti upacara bendera. Hanya di Istana Gambir dibolehkan ada upacara resmi penurunan bendera Belanda dan penaikan bendera Merah-Putih!

Matahari hampir terbenam ketika lagu kebangsaan Belanda, Wilhemus, mendengung mengiringi bendera merah-putih-biru perlahan menuruni tiang. Lovink dan Sri Sultan serta anggota delegasi memberi penghormatan terakhir kepada bendera turun yang menandakan tamatnya riwayat penjajahan Belanda.

Namun dari luar pagar istana terdengar sorakan gemuruh tepukan tangan rakyat. Beberapa detik kemudian lagu Indonesia Raya berkumandang dan tak lama pecah sorak sorai rakyat "Merdeka! Merdeka!", sedangkan hadirin yang mengikuti upacara resmi masih tegak memberi hormat karena lagu kebangsaan belum selesai dan sang saka Merah Putih baru mencapai setengah tiang.

Situasi itu disiarkan melalui radio. Wajah-wajah prajurit TNI yang bertugas sebagai barisan kehormatan dan pasukan pengawal di halaman istana basah oleh tetesan air mata haru. Tepat pukul 18.00 WIB bendara merah putih pun sampai di puncak tiang di depan Istana Merdeka.

Acara dilanjutkan penggantian pasukan pengawal istana dari tentara Belanda kepada pasukan TNI sedangkan Wakil Tinggi Mahkota Belanda Lovink langsung menuju lapangan udara Kemayoran untuk pulang ke Belanda. Rakyat pun mengalir masuk, membanjiri Istana Gambir dan mengelu-elukan para pemimpin negara dan anggota TNI yang bertugas mengawal istana yang disebut juga Koningsplein atau istana Saiko Syikikan atau Istana Van Mook tersebut.

Sementara di Yogyakarta Presiden RIS dan pejabat Presiden RI Mr Asaat bersama anggota pemerintahan berkumpul di ruang sidang Istana Yogyakarta mengikuti upacara di Amsterdam dan Jakarta melalui siaran radio.

Keesokan harinya, 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta di Istana Merdeka pada 12.40 WIB. Malam berikutnya, Presiden Soekarno mengadakan resepsi resmi dengan mengundang sekitar 3.000 tamu termasuk tamu asing dan dalam negeri. Para tamu tinggal sampai pukul 23.00 WIB.

Bangunan Istana

Pembangunan Istana Merdeka dimulai oleh arsitek Drossares pada 1873 dan rampung pada 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem van Landsbarge.

Halaman yang mengitari istana hampir 15 hektar. Di dua halaman samping dan belakang ditumbuhi pohon-pohon besar dan rindang yang sama-sama tua dengan usia gedung, terdapat pula kolam air mancur dan barisan bunga teratai lambang kesucian.

Wajah depan Istana Merdeka dihiasi 6 pilah Doria, 16 anak tangga selebar 21 meter dari batu pualam lengkap dengan permadani merah selebar 2 meter sampai ke serambi dan 3 lampu kristal mengantung di serambi depan dan dua lain di kedua sampingnya.

Dari serambi, ada ruang kredensial tempat kepala negara menerima surat-surat kepercayaan para duta besar. Hamparan permadani merah tua berkembang sedangkan dan tirai beludru merah pun bergantung di setiap pintu.

Terkait dengan pilihan gorden yang menjadi unsur yang menambah keindahan istana, menurut Kepala Biro Pengelolaan Istana MF. Darmastuti disesuaikan dengan selera Presiden yang memerintah karena setiap Presiden punya gaya yang berbeda.

Contohnya saat ini, gorden Istana Merdeka (juga karpetnya) berwarna merah sementara pada masa Presiden Soeharto gorden berwarna hijau. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri gorden Istana Merdeka berganti menjadi warna biru sedangkan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun berubah menjadi merah.

Di ruang kredensial itu juga tergantung 3 kandelir kristal dengan puluhan bola lampu dan 4 cermin besar berbingkai antik sejak seabad silam. Ketika cermin-cermin pertama menaiki gantungan pada dinding, bingkainya masih terukir singa lambang Kerjajaan Belanda. Namun pada 1941, Jepang mengusir keempat Singa dan diganti bendera Jepang, setelah Lovink pergi pada 1950, lambang garuda pun bertenger di bekas Singa dan bendera Jepang.

Salah satu cermin pernah retak dan berlubang pada ujung kiri bagian bawah karena peluru dan pesawat terbang MIG 17 yang diterbangkan oleh Letnan Daniel Maukar. Saat itu terjadi percobaan pembunuhan atas Presiden Soekarno pada 1960.

Namun menurut Kepala Subbagian Utilisasi Bangunan Yusuf Setyo Purwono cermin peninggalan era kolonial yang ukurannya sekitar 80 x 200 cm itu belakangan diganti.

"Oh kalau kaca yang retak itu sudah kita ganti zaman Reformasi, pada masa Pak Harto memang kacanya masih bolong," kata Yusuf.

Pemerintahan Presiden Soeharto berakhir dalam sebuah upacara mendadak di Ruang Kredensial Istana Merdeka pada 21 Mei 1998.

Dalam acara singkat yang disiarkan langsung melalui televisi, sesaat setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri, maka Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk memulai tugasnya sebagai Presiden Republik Indonesia yang ketiga.

Selepas ruang kredensial, ada ruang ruang Jepara, disebut ruang Jepara karena banyak perabot di dalamnya berasal dari Jepara.


Wawancara Khusus Dengan Presiden Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan dalam wawancara khusus dengan Kantor Berita Antara, di ruang resepsi Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/10/2017). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Selanjutnya ada ruang resepsi atau ruang terluas di Istana Merdeka. Luas ruangan ini sekitar 300 meter persegi dan di tengahnya saat ini ada meja panjang lengkap dengan kursi sejumlah sekitar 40 buah. Ruangan itu sekarang dipakai Presiden Joko Widodo menerima berbagai tamu negara sekaligus menjamu tamu negara.


Meja panjang di ruang resepsi Istana Merdeka. (ANTARA News/Desca Lidya)

Pada masa Presiden Megawati, ruang ini dirombak menjadi ruang Raden Saleh, khusus untuk menyimpan lima lukisan Raden Saleh. Saat ini lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro yang tadinya berada di Istana Yogyakarta dipindahkan ke salah satu dinding Istana Merdeka.

Di kiri dan kanan ruang resepsi ada sejumlah ruangan yang difungsikan sebagai kamar maupun ruang penyimpangan hadiah dari para tamu negara seperti keramik abad ke-15 dari Cina, patung dewi Kwan Iem, lukisan karya peluki Basuki Abdulah, Dullah, Ida Bagus Made Nadera, Hartono dan pelukis lainnya.

Ada 3 kamar tidur di Istana Merdeka. Saat Presiden Soekarno dan keluarga tinggal di Istana Merdeka, ia tidak mempunyai kamar mandi sendiri. Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati menggunakan kamar mandi yang terletak di belakang kamar tidur, bersebelahan dengan kamar tidur Guntur, anak sulung mereka. Semuanya berada di sisi timur Istana Merdeka.

Atas persetujuan Presiden Soeharto, bekas kamar tidur Presiden Soekarno pada 1997 direnovasi dan diubah menjadi tempat menyimpan bendera pusaka, dan naskah asli Proklamasi Kemerdekaan. Di antara semua Presiden RI, Presiden Habibie yang paling sering membawa tamunya mengunjungi ruang Bendera Pusaka ini.

Setelah ruang resepsi, penghuni Istana Merdeka dapat keluar ke beranda belakang untuk melongok halaman luas yang menjadi pelataran bagi Istana Merdeka, Istana Negara dan Wisma Negara.


Beranda belakang Istana Merdeka. (ANTARAFOTO/Wahyu Putro)

Ada ratusan burung betet, perkutut, jalak, menyinggahi halaman istana. Presiden Soekarno dulu selalu meminta para staf untuk menyediakan makanan bagi peliharaan burung-burung. Sebagai pencinta kemerdekaan ia juga dikenal pembenci sangkar burung. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, Taufiq Kiemas, suami Presiden, menanam pohon salam di halaman ini untuk mengundang burung-burung bebas.

Hingga saat ini masih banyak burung-burung liar yang diberikan makanan secara rutin oleh petubas istana hingga beranak pinak di pohon-pohon halaman depan istana.

"Ada juga ayam kate yang dipelihara di plaza Istana Merdeka," ungkap Darmasatuti.

Ketika putra-putri Soekarno masih kecil, mereka tidak dikirim ke sekolah umum. Satu gazebo di pelataran tengah diubah menjadi kelas taman kanak-kanak bagi mereka. Gazebo itu pada masa Hindia-Belanda dipakai sebagai muziek-kopel-tempat para pemusik bermain pada acara-acara pesta kebun. Guru untuk taman kanak-kanak itu didatangkan ke sana. Anak-anak staf Istana yang seusia juga diajak "bersekolah" di situ untuk menemani putra-putri Bung Karno. Kebanyakan mereka tinggal di bangunan samping untuk karyawan Istana.

Di pelataran juga terdapat sebuah bangunan yang disebut "sanggar". Bangunan itu terbuat dari kayu, bertingkat dua, dan sering dipakai Bung Karno sebagai studio untuk melukis atau menulis naskah pidato. Di atas lokasi ini Presiden Soeharto lalu membangun Puri Bhakti Renatama yang berfungsi sebagai museum untuk menyimpan lukisan dan benda-benda seni. Museum itu lalu pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri diubah menjadi kantor presiden hingga saat ini.

Sedangkan Presiden Soeharto lebih suka bekerja di Bina Graha yang sengaja dibangun sebagai kantor bagi presiden dan pembantu-pembantunya dilengkapi komunikasi modern. Bina Graha yang mulai dibangun pada 1969 dan selesai pada 1970.

Bina Graha terletak di sebelah timur Istana Negara, menghadap ke arah Sungai Ciliwung, kemudian menjadi kantor resmi Presiden Soeharto. Gedung ini berdiri di atas lahan bekas Hotel Dharma Nirmala, bangunan yang pada masa sebelumnya bernama Hotel der Nederlanden dan Rafles House. Bina Graha sekarang menjadi kantor Kepala Staf Presiden dan para stafnya.

Di sebelah kanan Istana Merdeka juga ada masjid Baiturahim yang dibangun Presiden Soekarno pada 1959 selesai 1961 dengan arsitek Soedarsono. Masjid bergaya islam pintu berbentuk lunas kapal ornamennya arabes relief dinding motif tanaman dan tulisan Arab dipetik ayat Al Quran antara lain perintah shalat.

Sembayang pertama kali di masjid tersebut, Presiden Soekarno menjadi imam, sedangkan Menteri Sosial Mulyadi Djojomartono sebagai khotib. Sejak April 1969 masjid Baiturahim dibuka untuk umum.

Di dekat masjid dibangun gedung bertingkat enam diberi nama Wisma Negara yang pembangunannya memakan waktu 3 tahun yaitu pada 1962-1964 dengan arsitek Soedarsono dengan 6 lantai.

Di tingkat ke-5 diperuntukkan untuk para presiden dan raja atau ratu sedangkan tingkat ke-4 untuk perdana menteri dan pejabat setinggkatnya, tingkat ke-3 untuk menteri atau pejabat lain sederajat sementara tamu agung disediakan di ruangan tingkat ke-6. Namun saat ini Wisma Negara tidak dipergunakan lagi.

"Tamu terakhir yang menginap di sana ketika era Presiden BJ Habibie, setelah itu tidak lagi digunakan karena tamu negara memiliki beberapa agenda selain kunjungan ke presiden RI. Alasan lain adalah karena delegasi tamu cukup banyak seperti menteri, perangkat melekat, wartawan bahkan kadang ada kepala negara yang membawa pengusaha, sementara kamar yang tersedia di Wisma Negara terbatas sehingga dari pada akomodasi terpisah maka hotel yang dekat dengan istana menjadi pilihan," ungkap Darmastuti.

Untuk menjamu tamu, Presiden ke-7 Indonesia, Presiden Joko Widodo juga punya cara khusus memanfaatkan bagian Istana Merdeka. Bagian itu adalah beranda belakang Istana.

Beranda Istana Merdeka terdiri dari satu sofa panjang dengan meja di depannya dan dua sofa kecil yang berada di sisi kanan-kiri meja tersebut. Ketika duduk di sana, tamu bisa menikmati hamparan pemandangan taman Istana yang rimbun dan asri sambil melakukan "veranda talk" bersama Presiden Jokowi.

Mantan Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala mengatakan, "veranda talk" merupakan ide dari Presiden Jokowi dengan mengajak tamunya berbincang di Beranda Istana Merdeka. Tercatat tamu luar negeri yang menikmati pemandangan dari beranda itu adalah Perdana Menteri Timor Leste Rui Maria de Araujo, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Perkembangan Keuangan Inklusif Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti dari Belanda, Presiden Ukraina Petro Poroshenko, Presiden Lithuania Dalia Grybauskaite, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena, Presiden Afganistan, Ashraf Ghani, Wakil Presiden Amerika Serikat Michael Richard Pence serta kepala negara/pemerintahan lain.

Sedangkan tamu dari dalam negeri antara lain Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-5 Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua PAN sekaligus Ketua MPR Zulkifli Hasan dan tamu lainnya. Perbincangan dilakukan sambil menyeruput teh dan menyantap camilan.

Perbincangan santai di beranda itu setidaknya dapat memberikan kesan ramah bagi para tamunya dari istana yang sudah berusia 138 tahun itu.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017