Jakarta (ANTARA News) - Terkuaknya berbagai fakta seputar kasus vaksin palsu mulai dari pelaku pemalsuan vaksin, 14 rumah sakit selaku distributor hingga tenaga kesehatan yang terlibat membuat masyarakat lebih waspada memilih lokasi pemberian vaksin bagi anak mereka.

Shaliha (26) salah satunya. Perempuan yang berprofesi sebagai dokter gigi di Bogor itu mengaku lebih berhati-hati memilih fasilitas kesehatan agar kelak anaknya tak jadi korban vaksin palsu.

Ketimbang rumah sakit swasta, dia lebih mempercayakan memberikan vaksin pada anaknya di rumah sakit pemerintah atau Puskesmas.

"Jadi lebih hati-hati, kritis, jangan takut cek langsung label kemasan vaksinnya. Malah jadi berpikir lebih baik vaksin di Puskesmas atau rumah sakit pemerintah karena jaminan keasliannya lebih besar," tutur Shaliha kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat.

Berbeda dengan Shaliha, Sinta Erythrina (27), justru mengaku bimbang. Perempuan yang tengah hamil tujuh bulan itu, merasa di satu sisi ingin memberikan perlindungan terbaik bagi anaknya melalui pemberian vaksin.

Namun di sisi lain, dia khawatir keputusan ini akan membahayakan anaknya kelak. "Galau jadinya. Kami ingin memberi perlindungan terbaik untuk anak, salah satunya dengan vaksin, eh tapi malah bisa membahayakan. Entah masalah apa di organ tubuh, kecerdasan dan lain-lain," tutur dia dalam kesempatan berbeda.

Sementara itu, Hastin Sefriani (28) mengaku lebih memilih tak memberikan vaksin pada anaknya.

Dia merasa pemberian ASI telah cukup untuk melindungi tubuh sang anak. "Alhamdulillah, vaksin asli yang ada di Indonesia sudah sertifikasi halalnya, ya terakhir dengar. Tetapi saya lebih memilih tidak ada vaksin untuk anak. Insya Allah ASI adalah vaksin alami terbaik," tutur Hastin.

Di sisi lain, Choirida Ema (27), mempertanyakan pengetahuan pihak rumah sakit soal keaslian vaksin yang diterimanya dari distributor.

Dia berharap pelaku pemalsuan bisa dihukum seadil-adilnya. Agar kasus vaksin tak terulang, karyawati salah satu perusahaan di Jakarta Selatan itu mendorong pemerintah memberikan sosialisasi soal keaslian vaksin pada masyarakat.

"Memang rumah sakit enggak memeriksa vaksin itu palsu apa enggak? Mungkin dulunya enggak ada sosialisasi mengenai keaslian vaksin," kata Ema.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016