Jakarta (ANTARA News) - Proses anak memahami identitas gender berlangsung sejak dini melalui beberapa tahap, kata psikolog Retno Dewanti Purba.

"Anak akan mengobservasi dan meniru lingkungannya," kata Retno di Jakarta, Minggu.

Berdasarkan observasi itu, identifikasi anak terhadap gendernya semakin dikuatkan oleh respon orangtua yang memberikan apresiasi atau hukuman terhadap prilaku tertentu.

Misalnya, orangtua memuji putrinya cantik ketika mengenakan gaun ala puteri raja berwarna pink dihiasi pita. Maka, anak akan belajar bahwa perempuan identik dengan hal-hal feminin. 

Retno mengatakan bayi berusia tujuh bulan sudah bisa membedakan suara pria dan wanita. Lalu, ketika menginjak 12 bulan, balita bisa membedakan mana wajah perempuan dan laki-laki.

Pada usia dua tahun, anak mulai bermain sesuai stereotipe gender. Di sini, orangtua berperan memilihkan mainan yang dianggap sesuai.

"Pada usia itu sebenarnya anak belum mengerti," katanya.

Beranjak ke usia tiga tahun, anak mulai bisa melabeli dirinya secara verbal, apakah dia seorang perempuan atau laki-laki.

Ketika berumur 3-4 tahun, anak mulai membuat kategorisasi gender. Anak perempuan akan menganggap mainan masak-masakan dan boneka adalah miliknya, sementara mobil-mobilan adalah mainan untuk anak lelaki.

"Usia 4-6 itu gender script, mereka melihat sekitarnya. Karena melihat ibu, nenek memasak, mereka berpikir perempuan itu tugasnya memasak," lanjutnya.

Dia memaparkan anak berusia 6-7 tahun sedang berusaha konsisten dengan pemaknaan gender yang telah diserapnya sejak kecil.

"Maka banyak anak SD yang main berkelompok, sesama perempuan atau sesama laki-laki," katanya.

Retno mengingatkan orangtua agar tidak cepat menghakimi saat anak menunjukkan prilaku yang tidak sesuai norma sosial.

"Misalnya, anak cowok yang suka pakai pita. Lihat dulu, berapa umurnya, cari tahu kenapa dia suka pakai pita," ujarnya.

Berikan pemahaman pada anak secara baik-baik lewat bahasa sederhana sesuai usia mereka. "Kalau ada 'masalah', cari inti dan sumbernya. Cari jalan tengah, ingatlah hak anak, jangan diomeli terus. Kalau memang perlu, diskusi dengan ahlinya," tutup dia.

 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016