Pencantuman label berbahasa Indonesia sifatnya wajib pada saat barang diperdagangkan di pasar dalam negeri. Bukan pada saat barang masuk wilayah pabean Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) tengah gencar melakukan sosialisasi terkait kewajiban pencantuman label berbahasa Indonesia dan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib.

"Pencantuman label berbahasa Indonesia sifatnya wajib pada saat barang diperdagangkan di pasar dalam negeri. Bukan pada saat barang masuk wilayah pabean Indonesia," kata Direktur Jenderal SPK Kementerian Perdagangan, Widodo, dalam siaran pers yang diterima, Jumat.

Widodo mengatakan, para importir, produsen, dan pedagang pengumpul yang mencantumkan merek dagangnya dikenai kewajiban untuk mencantumkan label berbahasa Indonesia. Pedagang pengumpul adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha mengumpulkan hasil produksi usaha mikro dan usaha kecil untuk diperdagangkan.

Ketentuan tersebut dijabarkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 73/M-DAG/PER/9/2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, yang berlaku sejak 1 Oktober 2015.

Widodo menambahkan, sebelumnya pelaku usaha diwajibkan mengurus Surat Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia (SKPLBI) atau Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia (SPKPLBI) untuk barang yang akan diperdagangkan sebagai dokumen syarat kepabeanan.

"Namun kini SKPLBI - SPKPLBI dihapuskan sehingga pengawasan dilakukan secara post audit di pasar atau tempat penyimpanan barang," kata Widodo.

Selain aturan label, Widodo menuturkan kepada para pelaku usaha untuk wajib mengetahui identitas pemasok barang yang diperdagangkannya, yang merupakan amanat dari Permendag No. 72/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan.

"Pelaku usaha yang memperdagangkan barang wajib mengetahui identitas pemasok barang yang diperdagangkan, paling sedikit nama dan alamat lengkap produsen, importir, distributor, subdistributor, dan pemasok lainnya yang dimaksudkan untuk ketelusuran barang jika barang tersebut tidak sesuai ketentuan," lanjut Widodo.

Permendag No. 72/M-DAG/PER/9/2015 juga telah meniadakan kewajiban kepemilikan Surat Pendaftaran Barang (SPB) pada saat barang memasuki wilayah Republik Indonesia, tetapi tetap harus memiliki Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang sifatnya tidak transaksional.

Dalam sosialisasi ini, Dirjen SPK kembali menggandeng Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Bareskrim Mabes Polri, dan Polda Metro Jaya. Sinergitas antar instansi ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman ketentuan perlindungan konsumen, pengawasan barang beredar, dan penegakan hukum sebagai upaya menindaklanjuti Instruksi Presiden Joko Widodo terkait masalah pemberantasan penyelundupan.

Melalui dua Permendag tersebut, Widodo berharap dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.

"Pelaku usaha harus taat dan patuh pada ketentuan, baik yang terkait perlindungan konsumen dan kepabeanan, maupun ketentuan lainnya, seperti kewajiban label Berbahasa Indonesia, SNI, dan kewajiban mengenai identitas pemasok barang yang diperdagangkan," kata Widodo.

Sebelumnya, program sosialisasi dilakukan di Plaza Kenari dan Pusat Perbelanjaan Lenditeves Trade Center (LTC) Glodok Jakarta. Pada Jumat (13/11), sosialisasi dilakukan di pusat perbelanjaan ITC Mangga Dua.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015