Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla di hadapan para staf dan pimpinan tinggi Polri meminta agar polisi untuk memahami penyebab konflik.

"Karena polisi beda dengan tentara, polisi itu melindungi masyarakat, melayani tentu begini harus memahaminya sehingga kita memahami kenapa konflik itu terjadi," kata Wapres dalam arahannya kepada peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi Sespimti Polri (Sespimti) Tahun 2015 di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin.

Indonesia menurut Wapres masih lebih aman jika dibandingkan negara lain yang masih terjadi konflik seperti Filipina, Thailand, Myanmar hingga Timur Tengah.

Dalam berbagai kesempatan Wapres mengatakan, kenapa konflik tidak selesai dan berkelanjutan.

Secara umum Wapres mengatakan selama 70 tahun Indonesia merdeka, terjadi 15 kali konflik besar yang menimbulkan korban jiwa lebih dari 1.000 orang.

Mulai dari pemberontakan Madiun, RMS, DI/TII, Permesta, Poso, Aceh, Papua, Maluku, Timor Timur dan lainnya. Dari 15 konflik itu 10 diantaranya karena ketidakadilan.

Pemberontakan Madiun itu disebabkan ideologi komunis, RMS masih bersifat separatis. Setelah itu Permesta DI/TII. Selebihnya ketidakadilan, kemajuan tidak banyak dicapai.

Sama dengan Aceh, Poso, Ambon ada ketidakadilan politik, sosial, ekonomi, tambah Wapres.

"Inilah tugas kita. Artinya apabila ingin menghindari konflik berarti menjaga keadilan bangsa ini, sehingga kita memahami kenapa konflik itu terjadi," ujar Wapres.

Menurut Wapres banyak orang mengira konflik itu karena agama, namun sebenarnya bukan karena agama tapi lebih kepada ketidakadilan.

Seperti di Aceh, yang dianggap daerah istimewa dan memiliki kekayaan alam tapi tidak diperhatikan. Begitu juga dengan Poso karena tidak ada keadilan politik.

"Tapi kenapa timbul agama di belakang itu, karena apabila diikutkan agama orang gampang terlibat dan itu lama selesainya. Kenapa konflik yang tidak ikut agama itu cepat selesai," katanya.

Untuk itu, Wapres mengatakan perlu adanya harmonisasi kehidupan beragama agar konflik tidak terjadi dan berkelanjutan.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015