Kami sudah mendengar ada benih yang tahan terhadap ketiga penyebab tanaman jagung tidak bisa dipanen. Kami siap menggunakan benih tersebut kalau memang bisa segera didatangkan."
Jember (ANTARA News) - Petani di Kabupaten Probolinggo meminta penggunaan benih transgenetik "Roundup Ready" bisa secepatnya direalisasikan untuk menggantikan bibit jagung yang kini digunakan agar mampu menangkal hama penggerek batang, penyakit bulai dan gulma.

"Kami sudah mendengar ada benih yang tahan terhadap ketiga penyebab tanaman jagung tidak bisa dipanen. Kami siap menggunakan benih tersebut kalau memang bisa segera didatangkan," kata Purnomo yang mewakili petani Desa Sumur Mati, Kecamatan Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo, Selasa.

Purnomo mengatakan petani jagung juga sudah menggunakan berbagai cara pengolahan pertanian dan menggunakan bermacam-macam pestisida untuk memberantas ketiga penyakit tanaman tersebut, namun sampai kini belum membuahkan hasil.

Menurut dia, hama penggerek batang bisa menurunkan produksi sampai 70 persen, sedangkan penyakit bulai mengakibatkan produksi hilang sekitar 90 persen. Sementara itu, kata Purnomo saat bertemu dengan perwakilan perusahaan benih yang tergabung dalam CropLife Indonesia, gulma membuat tanaman jagung kehilangan produksi sampai 45 persen.

"Upaya penyemprotan pestisida maupun penyiangan yang dilakukan selama ini untuk menangkal ketiga penyebab sulitnya petani jagung panen tersebut hanya membuat ongkos produksi melonjak dan petani merugi. Petani juga hanya bisa panen sekali dari tiga kali menanam jagung selama setahun," katanya.

Karena itu, menurut dia, petani sangat berharap bisa menggunakan benih bioteknologi hasil rekayasa genetik untuk bisa meningkatkan produksi dan menangkal penyakit tanaman.

Kondisi yang sama, kata Purnomo juga banyak dialami petani jagung di Jember dan Banyuwangi. Sekitar 40 persen tanaman jagung di berbagai daerah itu terus mengalami kegagalan panen akibat hama penggerek batang, penyakit bulai dan gulma.

Petani jagung dari Situbondo, Hasan, juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku merugi karena tidak bisa panen akibat hama penggerek batang, penyakit bulai dan gulma di sawahnya.

Direktur Indonesia Biotechnology Information Center (IndoBIC), Prof. Dr. Bambang Purwantara, yang juga bertemu dengan petani jagung di Kabupaten Probolinggo menilai perlunya percepatan adopsi tanaman jagung transgenetik yang tahan terhadap penyakit, gulma dan hama.

Menurut direktur SEAMEO BIOTROP itu, penggunaan benih jagung transgenetik ini juga akan memperbaiki kondisi lingkungan karena penggunaan pestisida yang selama ini belebihan tidak lagi diperlukan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman.

Sementara Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika, Agus Pakpahan, mengajak semua pihak harus membangunkan pengambil kebijakan agar berani mengaplikasikan bioteknologi di sektor pangan.

Dia mengingatkan AS mengembangkan tanaman transgenetik sampai seluas 175 juta hektare. Negara itu juga sudah lama mengembangkan tanaman jagung transgenetik yang banyak diimpor Indonesia, begitu juga dengan Argentina.

"Yang penting, kita berhati-hati dalam memprioritaskan pengembangan tanaman berbasis bioteknologi ini dan tidak lagi hanya mengimpor produk pangan yang berbasis transgenetik," katanya.

Dia juga berharap pemerintah segera menyelesaikan regulasi penggunaan benih transgenetik untuk pangan.

Pewarta: Arief Pujianto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014