Jakarta (ANTARA News) - Pergaulan Amarullah Asbah, akrab dipanggil Bang Uwo, yang sangat luas membuat semua orang, kawan maupun lawan, aktivis, dan generasi muda Betawi pasti mengenal pemuda  Betawi kelahiran Cikini Ampiun, Jakarta Pusat itu.

Buku berjudul "Bang Uwo, Pemuda Kampung di Pentas Nasional" yang diluncurkan dalam acara sederhana pada Jumat (5/9) malam di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, menunjukkan luasnya pergaulannya itu. Acara itu sendiri dihadiri oleh berbagai kalangan, seperti birokrat, akademisi, aktivis, ormas keagamaan, dan ormas Betawi.

Melalui testimoni atau pengakuan orang-orang yang mengenalnya, sahabat, mitra, murid, teman aktivis di Nahdlatul Ulama (NU) dan Betawi, serta lawan politiknya, terungkap semua aktivitas dan gaya berpolitik Bang Uwo serta kecintaannya kepada ormas Islam NU dan Betawi.

Buku yang diterbitkan oleh Betawi Foundation ini layak dibaca masyarakat Jakarta, khususnya aktivis politik, ormas keagamaan, dan ormas Betawi, karena testimoni yang dihimpun mampu memberi inspirasi dalam memperjuangkan cita-cita.

Dalam sejarah politiknya, lelaki yang terinspirasi Muhammad Husni Thamrin itu sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta sebanyak empat periode dari 1982 hingga 2004. Pertama kali dia mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan sisanya melalui Golongan Karya (Golkar).

Selain di politik, dia yang lahir pada tanggal 23 Agustus 1945 juga dikenal sebagai motor pergerakan dan pembentukan organisasi Betawi, termasuk organisasi Permata MHT pada tahun 1976 dan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, tempat berkumpulnya organisasi kebetawian, pada tahun 1982.

Bang Uwo yang sejak muda aktif di Gerakan Pemuda Ansor dan NU, yang sejak awal menyebut dirinya "anak kampung", tidak bisa lepas dari dua hal, yakni NU dan Betawi. Dalam beberapa kesempatan dia bilang, kalau dibelah dadanya, darahnya itu adalah NU dan Betawi.

Seperti ditulis oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo atau Bang Foke, Bang Uwo yang merupakan motor penggerak Betawi itu seperti dua sisi dari mata uang, di mana ada Uwo di sana terlihat NU dan Betawi.

Dalam perjuangannya di dua ranah itu, menurut Foke, Bang Uwo dikenal sangat konsisten dan peduli, konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai ke-NU-an dan kebetawian.

Kepeduliannya ditunjukkan dengan memberi perhatian pada isu-isu yang menyangkut keduanya, NU dan Betawi, dan juga pada aktivitas organisasi serta kader-kader muda. Tidak ada peristiwa ke-NU-an dan kebetawian yang lepas dari sentuhan tangannya,

Dalam testimoninya, Rhoma Irama, teman politiknya ketika aktif di PPP, mengatakan bahwa Bang Uwo adalah tokoh pemuda dan tokoh politik yang konsiten terhadap perjuangan politiknya. Dia juga tokoh yang religius.

Sementara itu, H.M. Syah Manaf bilang Uwo adalah orang baik yang bekerja tanpa pamrih.

Rekan Bang Uwo di DPRD Provinsi DKI Jakarta, Sugeng Achmadi, mengatakan bahwa Uwo bisa diterima kawan dan lawan politiknya karena dia berkualitas dan bisa bekerja sama, bahkan mewarnai semua dinamika politik yang terjadi di jakarta. Uwo dekat dengan semua unsur, seperti birokrat, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan tentu saja basis massanya, warga NU dan Betawi.

Bagi anak muda, khususnya anak muda Betawi, Bang Uwo itu seperti abang, orang tua, dan guru. Dia selalu berbagi, bisa diajak berdiskusi berbagai masalah, apalagi politik. Diskusi dengan bang Uwo seperti sedang mengikuti kuliah, yang secara berseloroh dikatakan bobotnya hingga 6 satuan kredit semester (SKS).

Sementara itu, Sylviana Murni, Deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata DKI Jakarta, mengatakan bahwa Bang Uwo adalah salah satu tokoh Betawi yang cerdas, pilitikus yang lurus, yang bila menyampaikan gagasannya penuh makna namun sangat humoris, sangat peduli terhadap kemajuan Betawi.

Bang Uwo sangat berkeinginan untuk menjadikan "image" atau gambaran Betawi menjadi Betawi yang berpendidikan atau Betawi "sekolaan". Dia termasuk sangat mendukung kemajuan perempuan Betawi. Dia membuktikannya dengan mendukung dan memberikan masukan-masukan saat pembentukan organisasi "Persatuan Wanita Betawi" pada tahun 1983.

Pelukis Betawi Samadi Adam mengatakan bahwa tokoh Betawi yang meninggal pada tanggal 13 Mei 2014 itu ternyata punya perhatian yang cukup besar terhadap seni lukis betawi. Setiap penyelenggaraan pameran lukisan yang dia selenggarakan Bang Uwo menghadirinya.

Buku yang diedit dan diselaraskan oleh empat wartawan senior itu juga dilengkapi oleh foto-foto kegiatan Bang Uwo. Namun, foto-foto tersebut mestinya disesuaikan dengan aktivitasnya. Kegiatan Bang Uwo yang seabrek, kurang tercermin melalui foto-foto itu.

Buku ini sendiri bermaksud selain untuk menghargai perjuangan dan sumbangsih Bang Uwo bagi Jakarta, khususnya bagi Betawi, juga untuk menunjukkan ada satu lagi orang Betawi di pentas nasional.

(A023/D007)

Oleh Ahmad Buchori
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014