Jakarta (ANTARA News) - Ambang batas pengajuan calon presiden atau `Presidential Threshold` (PT) sebesar 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi di DPR dinilai masih layak.

"Partai NasDem tak berada dalam posisi untuk setuju atau tidak ada terhadap revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) karena UU tersebut dibuat oleh DPR dan seluruh fraksi partai yang ada saat ini. Jadi agak aneh, bila partai yang berada di parlemen menganggap PT 25 persen terlalu besar," kata Sekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella menanggapi rencana revisi UU Pilpres itu, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, Partai NasDem setuju `Presidential Threshold` sebesar 25 persen suara nasional, bila hal itu merupakan tujuan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.

"Bukan soal apakah NasDem bisa memenuhinya atau tidak. Tapi, yang terpenting besaran PT itu untuk kepentingan bangsa. Kalau perlu, PT nya sebesar 50 persen dari suara nasional. Jadi, hanya ada dua calon presiden," kata Rio.

Ia mengatakan, dengan adanya dua calon presiden pada saat Pilpres nanti, maka akan terjadi penghematan anggaran karena tidak akan ada dua putaran.

"Selain itu, akan terlihat perbedaan visi dan misi yang tajam dari dua calon presiden tersebut," katanya.

Revisi Undang-Undang Pilpres itu dibutuhkan untuk mengatur pelarangan presiden rangkap jabatan, pembatasan biaya kampanye, pengaturan/pembatasan iklan supaya tidak ada kooptasi penciteraan semu melalui iklan yang akan menyesatkan pemilih, dan perubahan syarat pencapresan.

Rio mengatakan, tanpa ada UU atau tidak, sudah seharusnya presiden tidak rangkap jabatan.

"Presiden itu cuma satu orang, dia harus berkonsentrasi penuh untuk 250 juta rakyatnya, maka rangkap jabatan adalah sebuah keniscayaan. Apalagi setelah jadi presiden, juga menjadi ketua umum, itu anomali menurut saya," tuturnya.

Mengenai aturan dana kampanye, tambah dia, besaran biaya kampanye juga mesti diatur, termasuk sumber pendanaannya. Apakah dari sumber yang jelas atau `money laundryng`. Kalau itu terjadi, maka partai itu harus dibubarkan, ujarnya.
(S037/Y008)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013