Indonesia masih merupakan Negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi.
Jakarta (ANTARA News) - Pakar pendidikan  HAR Tilaar mengatakan pengelolaan pendidikan tinggi (Dikti) dalam UU Dikti, berimplikasi tersingkirnya mahasiswa dari keluarga miskin, sehingga UU ini tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945.

"Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi. Karena itu, perlu ada kesempatan yang seluas-luasnya pada semua warga Negara untuk mengembangkan bakatnya. Apalagi, Pendidikan Tinggi merupakan investasi karena mempunyai “rate of returns” yang cukup besar sebagai modal kultural, dan modal sosial ekonomi," ujar  H.A.R. Tilaar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut diungkapkan Tilaar dalam sidang Judicial Review terhadap UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), yang diajukan oleh Komite Nasional Pendidikan Tinggi (KNP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, (30/05).

Karena itu, menurut dia, akan sangat mengherankan apabila Indonesia sebagai Negara berkembang justru enggan melakukan investasi dalam bentuk pendidikan tinggi. Indonesia justru mempersempit akses bagi calon-calon pemimpinnya untuk dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dengan pengaturan UU Dikti saat ini. Dimana UU Dikti memberikan otonomi tata kelola termasuk tanggung jawab pendanaan kepada institusi pendidikan tinggi yang pada akhirnya berpotensi besar pada kenaikan biaya kuliah yang harus ditanggung mahasiswa.

Ia mengatakan pendidikan tinggi sebagai investasi jangka panjang sudah selayaknya diselenggarakan dan dibiayai oleh pemerintah. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, Pendidikan Tinggi Negeri wajib dibiayai oleh pemerintah sepenuhnya.

"Apabila perguruan tinggi mencari pendanaannya sendiri maka perguruan tinggi bebas melakukan kerja sama dengan pihak korporasi yang mengejar profit," ujar dia.

Pihak korporasi tersebut, lanjutnya, tentunya tidak bebas dari kepentingan tertentu yang hendak dicapainya demi kepentingannya semata. Universitas yang mencari dananya sendiri akan terikat dengan pemberi dananya.

Ia melanjutkan ikatan antara institusi perguruan tinggi dan pemberi dananya ini, justru akan mengancam otonomi akademis Perguruan Tinggi itu sendiri.(*)

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013