... kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, khususnya tsunami masih lemah... "
Jakarta (ANTARA News) - Tsunami katastrofik skala dunia pernah terjadi di Aceh pada akhir 2004. Namun Indonesia baru melaksanakan Rencana Induk Pengurangan Resiko Bencana Tsunami mulai 2013, alias setelah sembilan tahun kemudian.

Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Nugroho, mengatakan, "Kita tahu kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, khususnya tsunami masih lemah, maka sesuai perintah presiden kepada BNPB, mulai 2013 dimulai pelaksanaan rencana induk itu."

Untuk membiayai hal itu, Nugroho menyatakan, sumber pendanaannya dari DIPA BNPB 2013 sebanyak Rp1,34 triliun, sama dengan tahun sebelumnya. Khusus untuk melaksanakan rencana induk itu, dana yang disediakan pada 2013 sebesar Rp1 triliun.

"Sedangkan kebutuhan total rencana induk yang mencakup seluruh wilayah rawan tsunami di Indonesia mencapai Rp16,7 triliun untuk lima tahun," tuturnya.

Karena itu, kata dia, pelaksanaan rencana induk pada 2013 akan diprioritasikan untuk daerah-daerah rawan tinggi tsunami yaitu Megathrust Mentawai, Kawasan Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa, Kawasan Pantai Selatan Bali hingga Nusa Tenggara, dan Kawasan Papua.

Secara sederhana, dimulai dari penguatan sistem peringatan dini dan sistem informasi tsunami serta deteksi gempa, lokasi-lokasi pengungsian dan penampungan warga, perampungan jalur evakuasi, dan instrumen transportasi, serta pendukung lain. 

Berbeda dengan Jepang pasca tsunami Sendai, di Indonesia tingkat kepatuhan dan kesadaran pemerintahan dan warga akan bahaya bencana alam amat sangat rendah. Di Aceh, kawasan pesisir yang ditetapkan harus bebas dari pemukiman warga dan dihijaukan karena diketahui menjadi tempat paling berbahaya jika tsunami terjadi lagi, justru mulai ditempati warga. 

Padahal, berbagai negara dan institusi internasional telah menyalurkan 7,2 miliar dolar Amerika Serikat sebagai dana bantuan pencegahan bencana (di luar mitigasi bencana) tsunami untuk Aceh.

(D018)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013