"Polri harus sadar bahwa risiko yang dihadapinya ke depan semakin berat dan semakin kompleks."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kerap menjadi sasaran tembak oleh kelompok orang tidak dikenal, bahkan ada di antara mereka jiwanya terenggut saat bertugas melindungi masyarakat.

Sepanjang tahun 2012, Indonesia Police Watch (IPW) mencatat ada 29 polisi tewas dan 14 lainnya luka-luka saat menjalankan tugas menjaga keamanan masyarakat di ruang terbuka maupun tertutup.

Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane, mengatakan bahwa 23 personel polisi adalah polisi jajaran bawah akibat dibunuh pelaku kriminal. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan pada 2011 yang jumlah polisi tewas saat bertugas sebanyak 20 orang.

Bahkan, ia menilai, yang tragis ada empat polisi yang dibakar masyarakat. Dua diantaranya tewas dan dua lainnya luka-luka.

"Papua merupakan daerah paling rawan bagi kepolisian. Ada delapan peristiwa konflik antara orang tak dikenal dengan polisi di Papua yang menewaskan 10 polisi," kata Neta.

Posisi daerah rawan kedua adalah Sulawesi Tengah (Sulteng). Ada lima peristiwa konflik polisi dengan orang tak dikenal yang menyebabkan lima polisi tewas. Sedangkan, daerah rawan ketiga adalah Solo, Jawa Tengah. Di daerah ini ada empat konflik polisi dengan orang tak dikenal yang menewaskan dua polisi dan empat mengalami luka-luka, katanya.

"Sejak awal tahun 2012, IPW sudah memprediksi bahwa polisi akan menjadi sasaran dari para pelaku kejahatan, baik teroris maupun kriminal lainnya," kata Neta.

Untuk itu, Polri harus segera mawas diri dan berbenah, melatih jajaran bawahnya secara maksimal, membenahi psikologi dan stabilitas emosional personienya, serta meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) jangan hanya tiga hingga lima bulan, seperti sekarang ini.

"Pendidikan yang dijalankan di SPN minimal dua tahun, agar polisi-polisi di jajaran bawah bisa benar-benar terlatih dan profesional, terutama menghadapi para pelaku kriminal," ujarnya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Edi Saputra Hasibuan, mengatakan bahwa adanya peristiwa penembakan dengan sasaran petugas kepolisian harus membuat anggotanya sadar akan risiko yang dihadapi dalam menjalankan tugas.

"Polri harus sadar bahwa risiko yang dihadapinya ke depan semakin berat dan semakin kompleks. Untuk itu, anggota Polri harus lebih berhati-hati saat bertugas khususnya di daerah konflik," katanya.

Ia menilai, ke masa depan hal tersebut harus sebagai intropeksi, paling tidak akan jadi pengalaman buat polisi untuk bertugas semakin hati-hati.

Adapun pihak Polri menyatakan tidak ragu untuk menerapkan Undang-Undang (UU) Terorisme di Papua, karena maraknya aksi penembakan oleh orang tak dikenal beberapa kali.

"Kita juga tidak ragu-ragu untuk menerapkan pasal terorisme kalau mereka sudah membunuh orang-orang yang tidak berdosa," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar (Kabareskrim Mabes)  Polri, Komjen Pol Sutarman.

Ia mengatakan, hal tersebut dapat diterapkan karena adanya tindakan dengan menggunakan senjata yang menakutkan masyarakat termasuk terorisme.

"Seperti kejadian di Aceh beberapa waktu yang lalu menjelang pilkada, selanjutnya kita tangkap dan dapat dikenakan seperti itu di Papua, yang menembaki orang tidak berdosa dan pendatang baru. Itu wilayah Indonesia tidak ada sensitif, walaupun itu otonomi khusus," kata Sutarman.

Polri mencatat, penyerangan dilakukan gerombolan tidak dikenal di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Pirime, Kabupaten Lany Jaya, Provinsi Papua, pada Selasa pagi (27/11) yang mengakibatkan tiga polisi tewas.

Penyerangan itu dilakukan oleh sekitar 10 orang dan juga melakukan pembakaran yang menyebabkan tiga personel Polri, yakni Briptu Daniel Makuker, Brigpol Jepri Rumkorem, dan Kapolsek Pirime, Ipda Rofli Takubesi, gugur.

Selain itu, Polri juga mencatat, kasus penembakan empat anggota Brigade Mobil (Brimob) yang tewas oleh pelaku teror di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso pada Kamis sekitar pukul 10.00 WITA, yakni Briptu Wayan, Briptu Narto, Briptu Ruslan dan Briptu Eko. Adapun polisi yang mengalami luka tembak adalah Briptu Siswandi dan Briptu Lungguh.

Polri menduga, pelaku penembakan yang menewaskan empat anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) di Poso terkait jaringan Santoso.

"Dugaannya seperti itu. Penyerangan dilakukan antara 10 hingga 15 orang. Seorang pelaku sudah ditangkap," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar.

Santoso merupakan salah seorang buron teroris kelas kakap. Dia diduga pernah memimpin pelatihan militer di Poso. Pria bernama alias Abu Wardah itu juga diduga terlibat dalam sejumlah aksi teror di Sulawesi Tengah. Salah satunya, penembakan tiga anggota polisi di Bank Central Asia (BCA) Palu, pada 25 Mei 2011.

Kian mawas diri. Inilah salah satu kata kunci bagi polri, agar memasuki 2013 dapat lebih mengamankan diri sendiri sekaligus lebih mampu pula melindungi dan menjadi bagian utuh bagi masyarakatnya.
(T.S035/A011)

Oleh Susylo Asma
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2012