Manokwari (ANTARA) - Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menggandeng Universitas Papua (Unipa) Manokwari , Papua Barat, menyosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.

Sekretaris jenderal MAHUPIKI Dr Ahmad Sofyan di Manokwari, Rabu mengatakan kegiatan sosialisasi KUHP tersebut bukan hanya menginformasikan kepada masyarakat, namun juga berdialog langsung dengan penyusunnya.

"KUHP Nasional telah banyak menyerap masukan dari berbagai unsur masyarakat, Pelaksanaan 'public hearing' merupakan salah satu upaya pemenuhan partisipasi masyarakat sesuai dalam Pasal 96 Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan atau undang-undang,” ujarnya.

Kegiatan sosialisasi tersebut melibatkan instansi negara seperti Kepolisian, TNI, dan Kejaksaan, serta para pakar seperti Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember Prof Arief Amrullah, Guru besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bandung Prof Romli Atmasasmita, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Prof Pujiyono.

Prof Arief Amrullah mengungkapkan bahwa lebih dari 100 tahun KUHP buatan Belanda itu berlaku di Indonesia. Namun, saat ini, Indonesia telah memiliki UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Secara politik jika Indonesia masih menggunakan KUHP, berarti Indonesia masih dalam jajahan Belanda. Sedangkan secara sosiologis, KUHP tidak mendasarkan pada konteks bangsa Indonesia itu sendiri ,” ujar Prof Arief.

Menurut dia, penggantian KUHP versi lama dengan KUHP Nasional menjadi langkah penting karena terdapat perubahan paradigma retributif seperti keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif yang mencerminkan falsafah negara Pancasila.

“Perumusan KUHP Nasional menjadi penting karena sebagai perwujudan reformasi sistem Hukum Pidana Nasional yang menyeluruh dengan mengadopsi nilai Pancasila sebagai budaya bangsa,” ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Diponegoro Prof Pujioyono menjelaskan ada sejumlah isu aktual dalam KUHP Baru atau KUHP Nasional ,di antaranya hukum adat, aborsi, kontrasepsi, perzinahan, kohabitasi, perbuatan cabul, tindak pidana terhadap agama atau kepercayaan dan tindak pidana yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi.

“Hukum pidana adat atau delik adat yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan menjadi dasar bagi pembentukan peraturan daerah (perda)”, jelas Prof Pujiyono.

Pewarta: Tri Adi Santoso
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023