Membuat satelit di Amerika atau Jepang lebih mudah karena fasilitas tersedia. Kalau di Indonesia tantangannya lebih banyak
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Indonesia Forum (YIF) bekerja sama dengan Corporate Innovation Asia (CIAS) mengukuhkan Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyudi Hasbi sebagai salah satu dari lima pahlawan inovator atau heroes.

"Penghargaan itu membuktikan bahwa riset dan inovasi satelit memang penting buat negeri ini," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Ia membawa ide inovasi satelit kecil multi misi, yaitu satelit LAPAN-A2 atau LAPAN-ORARI dan LAPAN-A3 atau LAPAN-IPB.

Wahyudi menuturkan periset Pusat Riset Teknologi Satelit pantas menerima penghargaan sebagai pahlawan inovator. Mereka sangat dibutuhkan meskipun tantangan ke depan tidak mudah.

Baca juga: BRIN kembangkan teknologi pengolahan emas tanpa merkuri

Untuk itu peningkatan kapasitas melalui pendidikan, jejaring, hingga kolaborasi dengan banyak pihak sangat diperlukan sehingga dapat melahirkan inovasi-inovasi baru lainnya.

"Kami juga memberikan pembinaan untuk anak-anak muda, mahasiswa, ataupun startup untuk mengembangkan satelit agar menumbuhkan geliat industri satelit Indonesia," kata Wahyudi.

Satelit LAPAN-A2 telah mengorbit selama tujuh tahun dengan misi mitigasi bencana, baik voice repeater (VR) maupun automatic packet reporting system (APRS). Kedua muatan itu dapat membantu proses komunikasi darurat di daerah bencana ketika komunikasi terestrial terputus.

Baca juga: BRIN: Program Akuisisi Pengetahuan Lokal pacu kreativitas SDM

Wahyudi menjelaskan satelit LAPAN-A2 dapat digunakan para amatir radio dalam mengirimkan pesan suara menggunakan handheld transceiver (HT) dan antena sederhana menggunakan muatan VR.

Kemudian, operator satelit dapat mengirimkan pesan singkat dalam bentuk teks kepada para amatir radio melalui muatan APRS.

Data lain yang juga bisa dikirimkan melalui kedua muatan itu dapat berupa gambar. LAPAN-A2 juga membawa muatan kamera untuk misi penginderaan jauh dan automatic identification system (AIS) untuk memantau pergerakan kapal.

Baca juga: Kepala BRIN: Program APL upaya menaga kearifan lokal Indonesia

Sementara itu, satelit LAPAN-A3 sudah mencapai usia enam tahun dan masih beroperasi hingga sekarang.

LAPAN-A3 memiliki misi pemantauan bumi dengan dilengkapi perangkat kamera multispectral line image space application (LISA) dan spacecam. Citra yang diperoleh dapat digunakan untuk pemetaan daerah pertanian.

Satelit itu juga dilengkapi sensor magnetometer untuk pengamatan medan magnet bumi. LAPAN-A3 juga membawa muatan AIS untuk memantau pergerakan kapal.

Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Robertus Heru Triharjanto mengatakan keberadaan satelit LAPAN-A2 dan LAPAN-A3 membuktikan bahwa orang Indonesia dapat membuat satelit dengan kualitas baik, walaupun saat itu fasilitas yang dimiliki sangat terbatas.

"Membuat satelit di Amerika atau Jepang lebih mudah karena fasilitas tersedia. Kalau di Indonesia tantangannya lebih banyak,” kata Robertus.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa kedua satelit tersebut sangat efisien karena bisa menggabungkan beberapa dalam satu platform. Hal tersebut merupakan prestasi dari periset Pusat Riset Teknologi Satelit yang sangat dihargai oleh komunitas satelit internasional.

“Sebagai Design and AIT Engineer LAPAN-A2, dan Chief Engineer LAPAN-A3, Wahyudi Hasbi telah menunjukkan kemampuan menciptakan inovasi dan memimpin tim inovator dengan sangat baik,” pungkas Robertus.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2023