Merauke (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperingatkan pihak-pihak asing agar menjauhi masalah Papua dan menegaskan bahwa masalah tersebut merupakan masalah dalam negeri Indonesia. Peringatan disampaikan Presiden di tengah-tengah memburuknya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Australia, setelah pemerintah negeri kanguru itu memberikan visa sementara kepada 42 warga Papua yang mencari suaka politik. "Masalah yang ada di Papua adalah masalah dalam negeri kita sendiri. Kita tidak menginginkan pihak luar dari mana pun datangnya untuk ikut campur urusan dalam negeri kita," kata Presiden, seusai memberi sambutan di depan warga Papua dalam rangka panen raya padi di distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Rabu. Presiden menegaskan masalah Papua akan diselesaikan dengan cara Indonesia sendiri tanpa perlu campur tangan asing. "Sekali lagi ingin saya katakan kita ingin menyelesaikan masalah Papua dengan cara damai, adil, dan bermatabat," tegasnya. Sebelumnya di Jakarta pada Senin (3/4) Presiden juga mengemukakan Indonesia tidak akan memberikan toleransi apa pun kepada elemen-elemen di negara manapun, termasuk Australia, yang nyata-nyata memberikan dukungan dan bermain untuk sebuah gerakan separatis yang ada di Papua. "Sebagai sebuah bangsa, Indonesia tidak akan memberikan toleransi apa pun terhadap elemen-elemen yang memberikan dukungan bagi sebuah gerakan separatis di Papua," katanya. Menurut Kepala Negara, pemberian suaka politik dari pemerintah Australia pada 42 WNI asal Papua sebagai keputusan yang tidak tepat dan mencoreng harga diri bangsa dan negara Indonesia. "Saya pandang itu sebagai keputusan yang tidak tepat, tidak realistis dan cenderung sepihak, karena Papua adalah bagian yang sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya. Presiden mengatakan seharusnya pemerintah Australia terlebih dahulu berkomunikasi dengan Indonesia mengenai rencana pemberian suaka politik kepada 42 WNI tersebut, sehingga ada opsi yang lebih baik dibandingkan keputusan sepihak yang dilakukan Canberra. Menurut Yudhoyono, yang diputuskan oleh pemerintah Australia itu bukan hanya sekedar pemberian suaka, tetapi berkaitan dengan kedaulatan dan kehormatan Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara. Dengan kebijakan itu, masih menurut Presiden, hubungan RI dan Australia memasuki masa yang sulit dan penuh tantangan, sehingga harus segera dicarikan solusinya dengan niat baik, kejujuran serta kesungguhan untuk menjalin persahabatan, kerjasama dan kemitraan antar dua negara. Dikatakannya, sebelum kasus pemberian suaka ini, hubungan Jakarta dan Canberra sangat baik, tercermin dari kunjungan kedua pemimpin negara ke masing-masing negara. Begitu pula bantuan dan hibah pemerintah Australia dalam menangani bencana di Aceh dan Nias. "Tetapi setelah peristiwa yang Indonesia sesali itu, harapan saya kita dapat duduk kembali dengan niat baik dan keterbukaan untuk betul-betul menyelesaikan masalah antara dua negara," kata Yudhoyono. Presiden mengharapkan di masa yang akan datang akan ada dialog atau pertemuan diplomatik yang sungguh-sungguh dan intensif untuk melihat kembali kerangka kerjasama dan persahabatan yang bersifat strategis dan komprehensif. Tak berniat eksploitasi Papua Pemerintah Australia memberikan visa kepada 42 warga Papua yang mencari suaka politik ke Australia, dengan alasan khawatir akan terjadinya pembersihan etnis dan kekerasan oleh aparat keamanan Indonesia. Presiden Yudhoyono telah secara langsung menyatakan kepada PM Australia, John Howard maupun melalui Menlu Hassan Wirajuda kepada Menlu Australia, Alexander Downer untuk membantah keras kemungkinan terjadinya pembersihan etnis dan kekerasan oleh aparat keamanan. Di Distrik Tanah Miring Merauke Rabu pagi, Kepala Negara kembali mengulang penegasannya tersebut. "Dalam 1,5 tahun belakangan ini, saya melihat tidak ada kasus-kasus yang dapat digolongkan atau punya niat untuk melakukan pelanggaran HAM di Papua," katanya. Pemerintah dan seluruh aparat keamanan, kata Yudhoyono, selalu berupaya semaksimal mungkin untuk bertindak secara persuasif dan hati-hati dalam menangani setiap masalah yang muncul di Papua. Kepala Negara meminta warga Papua untuk tidak terpengaruh oleh ajakan berbagai pihak di dalam maupun luar negeri yang berusaha menciptakan masalah baru di Papua. Presiden juga menegaskan pemerintah pusat tidak pernah berpikir ataupun berniat untuk mengeksploitasi kekayaan alam Papua untuk kepentingan daerah-daerah lain. "Papua kaya dengan hasil alamnya, dan dengan otonomi khusus, hasil kekayaan tersebut dikembalikan lagi pada rakyat Papua," katanya. Ia menjamin masyarakat Papua dengan keunikan sosial dan budayanya tetap mendapat tempat terhormat baik dalam konstitusi maupun peraturan perundangan. "Kita telah membentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi adat, budaya, agama, dan kaum perempuan. Kita pun menghormati hak-hak masyrakat berdasarkan hukum adat sepanjang hal itu masih hidup dalam kenyataan sehari-hari," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006