bukan soal mata pelajaran tetapi kemampuan mendasar, yaitu bernalar
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan kemampuan bernalar dan menganalisis siswa bukan dilihat dari materi pelajaran, melainkan bagaimana metode guru dalam mengajar sehingga berkontribusi terhadap kemampuan siswa dalam bernalar dan menganalisis.
 

Mendikbudristek menjelaskan bahwa semua guru mata pelajaran memiliki kontribusi, karena kemampuan literasi dan numerasi melekat di semua mata pelajaran.
 

“Jadi literasi itu bukan tentang mata pelajaran bahasa Indonesia. Numerasi bukan hanya tentang mata pelajaran matematika. Assesmen Kompetensi Minimum (AKM). mengukur kemampuan bernalar di bidang literasi dan numerasi, yaitu kemampuan menganalisis informasi, kemudian memecahkan permasalahan dengan logika, ujar Mendikbudristek dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Hal itu adalah kompetensi minimum yang penting, dan guru berperan dalam itu semua. Guru berkontribusi terhadap kemampuan anak-anak bernalar, ujarnya.
 

Ia mengatakan, metode mengajar guru menjadi salah satu faktor penentu dalam mengembangkan kemampuan bernalar siswa, misalnya bagaimana anak-anak terbiasa memberikan opini di dalam kelas atau bagaimana mereka melakukan analisis. Metode mengajar yang aktif dan menarik akan mampu menciptakan kelas menjadi lebih hidup.

Baca juga: Assesmen Nasional dan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara

Baca juga: Mendikbudristek serap masukan di NTB terkait Kampus Merdeka


“Kita mendorong ke arah itu. Jadi bukan soal mata pelajaran, tetapi kemampuan mendasar, yaitu kemampuan bernalar. Itu yang kita tes,” katanya.

Di sekolah ini, Mendikbudristek juga memuji implementasi Peraturan Gubernur tentang mengenakan busana adat setiap hari Kamis. Bukan hanya pakaian adat Bali, tapi juga bisa dari daerah lainnya.

Hal tersebut dikatakan Mendikbudristek baik untuk menumbuhkan nilai-nilai kebinekaan, toleransi, dan nasionalisme.
 

Terkait hal tersebut, Nadiem menuturkan, Asesmen Nasional menjadi survei yang pertama kali menyetarakan nilai-nilai Pancasila, kebinekaan, dan akhlak, melalui pertanyaan-pertanyaan dalam survei. Asesmen Nasional juga menjadi alat pertama untuk mengetahui tingkat toleransi yang hasilnya akan diberikan terbatas kepada kepala sekolah.

“Jadi tingkat toleransinya seperti apa, atau ada indikasi seperti apa, nanti itu semua dilaporkan ke kepala sekolah supaya ditindaklanjuti dan didiskusikan dengan guru-guru,” ujarnya.

Selain itu, hasil AN juga menjadi data dan informasi untuk sekolah agar bisa melakukan perbaikan-perbaikan untuk sekolahnya.
 

Terkait metode survei yang digunakan dalam Asesmen Nasional, Mendikbudristek menegaskan bahwa secara statistik hasil Asesmen Nasional akan tetap representatif. Kepala sekolah dan guru tidak perlu khawatir mengenai peserta Asesmen Nasional yang jumlahnya hanya 45 siswa per sekolah dan sudah ditentukan nama-namanya oleh Kemendikbudristek.
 

“Jumlah itu yang secara agregat menentukan kira-kira nilai rata-ratanya seperti apa. Jadi tidak perlu khawatir. Secara sampling akan representatif karena kita pakai aturan statistik yang sangat kuat,” tegas Nadiem.

Baca juga: Nadiem: Perkembangan AI perlu diimbangi dengan kecerdasan karakter

Baca juga: Mendikbudristek khawatirkan potensi "learning loss" pada siswa


Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021