Dengan membaca mereka memiliki pengetahuan sejarah yang memadai
Jakarta (ANTARA) - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan kesadaran sejarah pada generasi muda dapat dibangun dengan membaca buku.
 

“Untuk itu, Perpusnas memegang peranan untuk memberikan akses bahan bacaan kepada masyarakat, terutama generasi muda. Dengan membaca mereka memiliki pengetahuan sejarah yang memadai,” ujar Syarif pada webinar “Proklamasi Indonesia Merdeka 1945-1950: Data dan Fakta” di Jakarta, Senin.
 

Dia menambahkan dengan kesadaran sejarah, maka akan membentuk jiwa generasi muda yang penuh integritas. Syarif menambahkan berbicara mengenai sejarah perjuangan bangsa, sama dengan mengulas jasa para pejuang. Pejuang adalah mereka yang telah mengorbankan jiwa dan raga, agar kita bisa merasakan nikmatnya kemerdekaan.
 

Menurut Syarif Bando, para pejuang melawan musuh yang terlihat, sedangkan generasi saat ini berjuang melawan ketidakberdayaan dalam mempertahankan sumber daya alam (SDA) yang dieksploitasi oleh negara lain. Hal tersebut disebabkan ketidakmampuan dalam mengelola SDA secara baik, untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
 

“Upaya Perpustakaan Nasional dalam memberikan akses bahan bacaan seluas-luasnya kepada masyarakat, mengambil bagian terkecil dalam mencerdaskan anak bangsa,” tambah dia.
 

Akademisi sekaligus pengamat sejarah dari Universitas Indonesia, Didik Pradjoko, mengatakan kesadaran sejarah hanya bisa dibangun dengan rajin membaca buku. Membaca menjadi pintu masuk menuju pengetahuan.
 

Didik menerangkan bahwa kelompok intelektual yang merupakan bagian dari perjuangan kebangsaan Indonesia terdiri dari anggota terpelajar yang memberikan penerangan kepada masyarakat tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Dengan kata lain, kelompok inteligensia berperan sebagai aktivis pergerakan kebangsaan.
 

“Gerakan kelompok inteligensia sangat penting dalam menyuarakan pendapat antikolonial pada saat itu. Diharapkan, pelajar dan mahasiswa di masa sekarang bisa meneladani tokoh-tokoh kelompok inteligensia ini untuk meneruskan perjuangan mereka,” harap Didik.

Baca juga: Perpusnas diminta DPR permudah akses membaca di kawasan 3T

Baca juga: Perpusnas: PJJ peluang tingkatkan kegemaran membaca

 

Pada periode revolusi tahun 1945-1949, perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya di medan tempur ataupun di meja diplomasi, melainkan juga melalui pemikiran.
 

Dosen Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, M Yuanda Zara, menjelaskan perjuangan dilakukan melalui komunikasi persuasif.
 

“Perjuangan melalui pemikiran adalah melalui komunikasi persuasif atau dikenal juga sebagai propaganda politik,” ungkapnya.
 

Peran propaganda sebagai pilar perjuangan dinilai penting karena jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan terdiri dari ratusan etnis. Selain itu, terdapat perbedaan pandangan yang ekstrem tentang arti “kemerdekaan”, kemudian wilayah Indonesia juga sangat luas dengan jaringan informasi dan transportasi yang buruk.
 

Untuk itu, usaha awal propaganda dilakukan melalui berbagai cara di antaranya penyebaran dari mulut ke mulut, pengibaran bendera, diseminasi via radio, penerbitan oleh koran dan majalah, maupun pengetikan tangan berkali-kali.

Baca juga: Perpusnas : Aktivitas membaca masyarakat Indonesia semakin meningkat

Baca juga: Insan perpustakaan diminta kuatkan peran dalam transfer pengetahuan


Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021