Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Tahar, mengatakan perlu membangun kesadaran masyarakat untuk memilih dan memilah sampah, tak terkecuali sampah plastik, yang penggunaannya meningkat untuk belanja daring selama pandemi COVID-19.

"Secara nasional, kita mengalami perubahan pola konsumsi, dan sampah plastik Indonesia meningkat. Sejak pandemi, data di Surabaya, komposisi sampah plastik adalah 22 persen dari seluruh sampah. Ini membuat tantangannya semakin besar dan berat terutama di masa pandemi," kata Novrizal melalui diskusi daring, Rabu.

Baca juga: Bappenas prediksi sampah makanan capai 112 juta ton/tahun pada 2024

Baca juga: Tiga tips kurangi limbah makanan


"Hampir semua aktivitas lewat online menggunakan plastik sekali pakai, dan tidak semua sampah plastik itu juga punya nilai yang baik untuk recycling. Ini menjadi tantangan lain," ujarnya menambahkan.

Sependapat dengan Novrizal, Rektor Kepala Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Emenda Sembiring, mengatakan pandemi yang membatasi interaksi langsung mendorong adanya perubahan pola konsumsi di tengah masyarakat.

"Kita melakukan penelitian di Bandung dengan survei, bahwa ada peningkatan jumlah sampah kemasan sebelum dan saat pandemi. Sebelum pandemi, (jumlah sampah kemasan) mencapai 160 gram per orang per hari. Sementara, saat pandemi adalah sebesar 240 gram per orang per hari. Ada perubahan perilaku bagaimana untuk penuhi kebutuhan sehari-hari," jelas Emenda.

Lebih lanjut, sayangnya peningkatan sampah kemasan ini, menurut Emenda tidak selaras dengan kesadaran masyarakat untuk mengadopsi aktivitas yang lebih pro lingkungan, sesederhana berkendara dengan kendaraan bermotor dengan memilih rute terdekat guna meminimalisir dampak emisi dan hemat bahan bakar.

"Pengetahuan kita setelah pandemi tentang kebiasaan yang pro lingkungan, tidak mempengaruhi pilihan kita. Misalnya kalau kita memilih produk yang dibeli dari wilayah sekitar, maka transport-nya lebih pendek, emisi karbon lebih sedikit. Ternyata, awareness ini tidak menjadi acuan pengambilan keputusan," kata Emenda.

"Perilaku ini tidak mutlak mempengaruhi tindakan seseorang. Ada kalanya ia tahu konsekuensi aktivitasnya, tapi malah dilakukan. Di pandemi ini, pengetahuan itu tidak mempengaruhi pilihan orang yang berhubungan dengan aktivitas pro lingkungan," imbuhnya.

Lebih lanjut, Emenda mengatakan dari Kementerian LHK sudah memiliki peta jalan dan berbagai peraturan lainnya untuk menyediakan base line dan kontribusi baik bagi industri maupun masyarakat untuk mencapai target reduksi sampah.

"Urusan ini bukan cuma kurangi limbah, tapi industri bisa efisien. Seharusnya, ekonomi sirkular ini disandingkan oleh program dari Kemenperin. Industri hijau, mereka punya kemampuan efiisiensi berapa, ini harus terus dilakukan dan terus dibutuhkan di masa mendatang," pungkasnya.

Baca juga: Partisipasi masyarakat kelola sampah bisa memberikan manfaat ekonomi

Baca juga: Seniman Brazil sulap kantong "kresek" jadi lukisan

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021