Jika dalam jangka menengah tidak ada perbaikan kondisi perekonomian domestik, 'rating' investasi dan 'outlook' Indonesia bisa berpotensi untuk melorot
Jakarta (ANTARA) - Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual meminta pemerintah mengoptimalkan realisasi investasi di Tanah Air agar peringkat atau rating investasi dan outlook Indonesia tidak turun.

Diterbitkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan sejumlah perangkat regulasi turunannya bisa menjadi peluang meningkatkan investasi asing guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada 2022.

David pun sepakat seluruh instrumen untuk mendorong investasi memang perlu digenjot pemerintah.

"Apalagi, realisasi investasi kuartal I 2021 tercatat tumbuh baik, yang didominasi oleh PMA atau penanaman modal asing, sementara investor dalam negeri justru terlihat masih wait and see. Ini harus dioptimalkan oleh pemerintah," ujar David melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Presiden beri Bahlil target investasi Rp900 triliun

Peringkat investasi dan outlook Indonesia masih stagnan setahun terakhir. Standard and Poor’s (S&P) bahkan belum mengerek naik dan masih mempertahankan outlook negatif dengan rating BBB pada 22 April 2021 lalu. Level tersebut belum berubah sejak 17 April 2020, saat S&P menurunkan outlook stabil menjadi negatif.

Sementara sejumlah lembaga pemeringkat lainnya juga masih mempertahankan rating dan outlook-nya seperti tahun lalu. Misalnya Fitch dengan rating BBB dan outlook stabil, sementara Moodys pada level Ba2 juga dengan outlook stabil.

Menurut David, jika dalam jangka menengah tidak ada perbaikan kondisi perekonomian domestik, rating investasi dan outlook Indonesia bisa berpotensi untuk melorot.

"Terutama dari S&P yang outlook-nya negatif, jika tidak ada revisi maka dalam jangka menengah masih bisa turun. Sementara Fitch, dan Moody’s dengan outlook stabil masih cukup baik," kata David.

Di tengah ketidakpastian akibat pandemi COVID-19, banyak negara termasuk Indonesia juga masih akan memangkas target pertumbuhan ekonomi sekaligus memasang posisi konservatif dalam jangka menengah.

Hal itu dinilai bisa jadi penyebab potensi melorotnya rating, sebab salah satu indikator penilaian rating terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.

Sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi investasi pada kuartal I 2021 mencapai Rp219,7 triliun, tumbuh 4,3 persen (year on year/yoy).

Dari nilai tersebut PMA mendominasi senilai Rp111,7 triliun atau setara 50,8 persen dari total nilai, sementara PMDN (penanaman modal dalam negeri) senilai Rp108,0 triliun. Secara tahunan PMA mencatat pertumbuhan 14,0 persen sementara PMDN tercatat negatif 4,2 persen.

Pentingnya investasi dalam meningkatkan perekonomian ini juga dilihat pemerintah dengan meng-upgrade Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi.

Untuk memperlancar arus investasi, Kementerian Investasi diharapkan bukan hanya nomenklatur semata, melainkan fungsi dan kewenangannya harus diperkuat.

Tak hanya itu, Kementerian Investasi juga diharapkan memiliki kewenangan yang lebih luas dalam memberikan insentif tepat guna bagi para calon investor yang telah berkomitmen menambahkan modal di Indonesia.

Dengan demikian, proses ini menjadi lebih sederhana karena investor tidak perlu menunggu otorisasi terpisah dari kementerian/lembaga teknis yang terkait.

Baca juga: Presiden lantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi
Baca juga: ADB proyeksikan ekonomi RI kembali tumbuh 5 persen pada 2022

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021