Pangkalpinang (ANTARA) - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkenal sebagai negeri penghasil bijih timah nomor dua terbesar di dunia, tengah mengubah lahan bekas penambangan itu menjadi lahan produktif untuk mendorong perekonomian masyarakat di tengah pendemi COVID-19.

Kegiatan penambangan timah di Pulau Bangka dimulai 1711 hingga sekarang, dampaknya tentunya meninggalkan lubang dan ribuan hektare lahan bekas penambangan.

Dalam mengatasi dampak yang tidak baik dari lahan bekas penambangan bijih timah itu, Pemda Provinsi Kepulauan Babel bersinergi dengan PT Timah Tbk berupaya menjadikan kolong dan bekas tambang itu menjadi lahan produktif untuk mendorong perekonomian masyarakat.

Pemerintah daerah bersama perusahaan plat merah ini mengubah lahan bekas tambang ini menjadi sawah, pengembangan palawija, peternakan sapi, pelestarian floura founa endemik terancam punah, sebagai destinasi wisata baru yang menjadi salah satu andalan pemerintah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

Tidak hanya itu, PT Timah Tbk juga tengah mengembangkan tanaman porang di lahan bekas penambangan timah guna mendukung program Pemprov Kepulauan Bangka Belitung mengembangkan komoditas ekspor sebagai langkah mendorong perekonomian masyarakat di tengah pendemi COVID-19.

Sementara itu, kolong-kolong bekas penambangan bijih timah telah dimanfaatkan untuk membudidaya perikanan air tawar, payau, udang dan kepiting untuk mendorong produksi dan ekspor sektor perikanan di provinsi kepulauan itu.

Selain itu, kawasan kolong tambang timah itu juga dijadikan sebagai tempat pengembangan energi terbaru, guna memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di lingkungan operasional perusahaan berplat merah itu.

Dalam mengelola potensi bekas penambangan bijih timah itu, pemerintah daerah dan PT Timah Tbk melibatkan koperasi, UMKM dan Bumdes, guna mempercepat pertumbuhan perekonomian masyarakat khususnya warga di kawasan bekas penambangan timah itu.

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan di Pangkalpinang, Sabtu menyatakan pemerintah provinsi fokus pemanfaatan lahan bekas penambangan timah untuk mendorong perekonomian masyarakat.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) memanfaatkan lahan ekstambang di Babel untuk budidaya jambu mete, sorgum, porang, jahe merah dan komoditas lainnya merupakan peluang usaha yang sangat menjanjikan bagi petani. Selain harganya cukup bagus, saat ini sudah ada investor yang membelinya.

"Kita mendorong petani menekuni usaha pertanian ini, karena harga jualnya sangat bagus seiring tingginya permintaan pasar dalam dan luar negeri," ujarnya.

Tidak hanya itu, orang nomor satu di negeri serumpun sebalai itu menjadikan Desa Matras sebagai daerah percontohan pemanfaatan dan pengembangan lahan bekas tambang bijih timah menjadi sawah untuk meningkatkan produksi beras daerah itu.


Hasil memuaskan

Pengembangan lahan bekas tambang menjadi persawahan ini sudah dimulai sejak 2015 dan produksi padi yang dihasilkan lahan bekas tambang sudah di atas hasil rata-rata mencapai 4,82 ton per hektare. Dulu lahan bekas tambang 4,5 hektare ini tidak produktif dan terbengkalai, akan tetapi setelah diolah secara benar dan maksimal, selama tiga tahun hasilnya sangat memuaskan.

Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat dapat memanfaatkan lahan - lahan yang kurang produktif pascapenambangan bijih timah untuk dijadikan lahan produktif pada bidang pertanian.

"Sudah saatnya lahan bekas tambang diolah untuk dijadikan areal persawahan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan beras daerah luar daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi," katanya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan budi daya ikan hias lokal di lahan bekas penambangan bijih timah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai langkah pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah itu.

"Lahan bekas tambang atau kolong Babel ternyata menyimpan potensi sebagai tempat habitat hidup ikan hias lokal," kata Ketua Tim Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPPUPP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Arif Wibowo.

Pengembangan budi daya ikan hias lokal seperti sepat mata merah, cupang endemik lokal, silincah belontia hasselti dan ikan hias lainnya dikembangkan di 887 kolong dengan luas 1.712 hektare tersebar di Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung dan Belitung Timur.

"Melalui Program Pelangi, kami memanfaatkan lahan bekas tambang timah untuk mengembangkan ikan hias untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, sekaligus pelestarian lingkungan berkelanjutan," ujarnya.

Program Pelangi yang dirintis ini merupakan sebagai upaya memanfaatkan kolong bekas tambang timah agar bernilai ekonomis. Oleh karena itu, BRPPPUPP melakukan kajian sebelumnya bekerja sama dengan PT Timah dan untuk kolong bekas tambang yang berusia kurang lebih lima tahun kondisi airnya bisa dipakai sebagai habitat ikan hias lokal endemik Babel.

Ikan hias lokal ini dapat hidup dalam kondisi air di kolong bekas tambang yang relatif asam, sehingga program pelangi tentu akan berjalan dengan baik untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat, menjaga kelestarian alam yang berkesinambungan khususnya stok ikan lokal di perairan daratan Bangka.

Kapolda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Brigjen Pol Anang Syarif Hidayat menegaskan agar lahan bekas tambang yang sudah direklamasi tidak ditambang kembali guna menjaga kelestarian lingkungan.

Ditegaskannya setiap tambang yang sudah direboisasi tidak boleh ditambang kembali. Kepolisian bersama pemerintah daerah dan masyarakat harus ikut mengawasi agar hal ini dapat tercapai.

Sebagai rambu-rambu, pihaknya bersama PT Timah dan pemerintah daerah telah memasang plang himbauan tidak melakukan aktivitas penambangan disekitar lahan reklamasi.

Ia mengatakan akan memberikan sangsi tegas berupa tindakan hukum apabila lahan yang sudah direklamasi tapi ditambang kembali, terutama tambang ilegal.

Sesuai UU No 4 tahun 2009 Pasal 158 setiap orang yang melakukan penambamgan tanpa izin akan dikenakan sangsi tegas pidana 10 tahun penjara dan denda maksimal 100 juta.

Destinasi wisata baru

PT Timah Tbk menyulap 105,1 hektare bekas penambangan bijih timah menjadi destinasi wisata baru di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan dan perekonomian masyarakat di daerah itu.

"Kami terus berkomitmen dan berupaya mengelola lahan bekas tambang menjadi lahan produktif dengan menggandeng stakeholder multipihak," kata Kepala Bidang Humas PT Timah Tbk, Anggi Siahaan.

Seluas 105,1 hektare lahan bekas penambangan bijih timah yang dijadikan destinasi wisata baru yaitu reklamasi di Dusun Air Kuning, Desa Bencah, Kecamatan Air Gegas, Kabupaten Bangka Selatan seluas 49,8 hektare.

Pihaknya bekerja sama dengan Polda Kepulauan Bangka Belitung sebagai kelanjutan dari pilot project program Bhabinkamtibmas Go Green menghijaukan lahan bekas tambang dengan tanaman buah-buahan dan budidaya ikan di lahan bekas tambang tersebut.

Selain itu, PT Timah saat ini tengah fokus menggarap Kampung Reklamasi Air Jangkang di Desa Riding Panjang, Kabupaten Bangka seluas 32 hektare. Salah satu program yang sedang dikembangkan PT Timah Tbk di Air Jangkang adalah pertanian, di mana nantinya akan dikelola oleh masyarakat di sekitar area tersebut.

Meski belum sepenuhnya selesai, Kampung Reklamasi Air Jangkang seluas 32 hektare tersebut mulai dilirik masyarakat sebagai destinasi wisata baru untuk mengisi hari libur. Konsep agrowisata yang ditawarkan mampu menarik perhatian dan rasa penasaran wisatawan lokal.

Minsalnya destinasi wisata baru Kampung Reklamasi Air Jangkang dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari Kota Pangkalpinang, para pengunjung sudah bisa menikmati tanaman buah dan sayur yang tertata rapi, bermain ATV atau sekadar berswafoto.

Tempat ini cocok untuk mengedukasi anak-anak agar dapat mengenal jenis-jenis tanaman dan hewan. Ke depannya, kawasan ini akan terus dikembangkan menjadi perwajahan semangat kami dalam melaksanakan pertambangan berbasis Good Mining Practice.

Berbeda dengan Air Jangkang, reklamasi Air Nyatoh yang terletak di Belinyu, memanjakan mata pengunjung dengan birunya air danau bekas galian timah yang membingkai lahan seluas 15,8 hektare. Reklamasi di area ini telah digarap sejak medio 2000 lalu.

"Sekarang telah masuk ketahap pengelolaan lanjutan dan penanaman hortikultural," kata Anggi seraya menyebutkan area reklamasi lainnya dilaukan di Sehati Bukit Kijang Desa Namang, Bangka Tengah.

Selain di Pulau Bangka, PT Timah Tbk reklamasi juga dilakukan di Belitung, tepatnya di Selinsing, Kecamatan Gantung, Belitung Timur. Lahan seluas 6,5 hektare ini disulap menjadi komoditas bernilai tambah.

Cabai menjadi komoditas andalan dengan luas areal tanam 1 hektare, diikuti tanaman kopi serta tumbuhan lainnya. Aktivitas penanaman di areal tersebut merupakan bentuk inovasi yang digagas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mitra Jaya Selingsing bekerja sama dengan Pemerintah Desa Selingsing.

Ketua Bumdes Mitra Jaya Selising, Muhammad Rais mengatakan Bumdes mengembangkan 6,5 hektare lahan bekas tambang bijih timah seluas sebagai agrowisata.

Pengembangan bekas tambang sebagai agrowisata ini bekerja sama dengan PT Timah Tbk, sebagai upaya menjadikan lahan kritis sebagai kawasan produktif untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Seluas 4 hektare dari total lahan bekas tambang tersebut merupakan daratan, sementara selebihnya kolong atau lubang bekas penambangan berair.

Menurut dia saat ini seluas 4 hektare daratan bekas tambang tersebut sudah ditanami berbagai buah-buahan, cabai, sayur manyur dan tanaman bernilai ekonomis lainnya.

Selain itu, lahan bekas tambang tersebut juga dikembangkan peternakan sapi dan ayam, sehingga dapat meningkatkan populasi ternak lokal untuk mengurangi ketergantungan pasokan daging dari luar daerah.

Sementara itu, kolong bekas penambangan timah itu dijadikan wisata pemancingan, budidaya ikan air tawar dan wisata air lainnya.

"Kita akan membangun wisata air di kolong tersebut, sehingga wisatawan betah berlama-lama di Desa Selinsing," katanya.

Menurut dia dengan adanya agrowisata ini, wisatawan bisa tinggal di Desa Selinsing minimal sehari untuk menikmati keindahan alam dan belajar bercocok tanam, beternak sapi dan memelihara ikan air tawar di kawasan ini.

Selama ini wisatawa hanya berwisata di pantai dan pemandangan yang mereka nikmati hanya itu-itu saja sehingga dapat menimbulkan kejenuhan. Dengan adanya agrowisata ini, tentu menambah khasanah berwisata wisatawan di daerah ini," ujarnya. 



Baca juga: KKP siap kembangkan budidaya ikan di lahan bekas galian tambang

Baca juga: Petani Bangka berhasil dongkrak produksi padi di lahan bekas tambang

Baca juga: Pemkab Bangka gandeng Jerman kelola bekas tambang timah jadi lahan pertanian

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021