Seringkali suara, pandangan, pendapat perempuan tidak muncul karena adanya proses marjinalisasi
Palu (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (KPPPA) mengupayakan pemulihan kaum rentan di antaranya perempuan dan anak korban teroris di Desa Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.

"Kami sangat prihatin terjadinya peristiwa tersebut, di mana satu keluarga harus kehilangan nyawa, tentu sangat berdampak buruk bagi perempuan anak-anak khususnya, dan masyarakat sekitar umumnya," ucap Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPPA Vennetia R. Danes di Palu, Kamis, saat menyampaikan sambutan pada rapat koordinasi Pokja Perlindungan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Konflik Sosial (P3AKS).

Akibat aksi kekerasan di Lemban Tongoa, katanya, seorang istri harus kehilangan suami yang merupakan tulang punggung keluarga. Bahkan, anak-anak harus kehilangan orang tua sebagai tempat berlindung.

"Oleh karena itu kami bersama seluruh pihak yang tergabung dalam P3AKS segera melakukan pemulihan melalui pencegahan, penanganan, pemberdayaan, dan partisipasi anak," ungkap dia.

Baca juga: Bupati Sigi semangati keluarga korban teroris di Desa Lembantongoa

Ia menerangkan dari sisi pencegahan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat, pemerintak daerah, lembaga adat, FKUB, media massa, dan unit pelayanan perempuan dan anak untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan P3AKS.

"Intinya adalah suara perempuan, yang seharusnya menjadi patokan penting di dalam melihat posisi perempuan yang cenderung hilang di dalam situasi konflik. Seringkali suara, pandangan, pendapat perempuan tidak muncul karena adanya proses marjinalisasi," ungkap dia.

Selain itu, kata dia, menyangkut penanganan berkaitan dengan upaya melihat apa yang terjadi pada perempuan dan mengungkap bagaimana perempuan bertahan selama konflik berlangsung, serta melihat jangkauan kebijakan yang melindungi perempuan dan anak.

Berikaitan dengan pemberdayaan, ia menyebut, pemberdayaan muaranya menjadikan perempuan sebagai agen perdamaian dalam suatu konflik.

"Karena umumnya dua belah pihak yang berseteru dapat lebih menerima kehadiran perempuan untuk bernegosiasi mencapai kesepakatan dalam perjanjian perdamaian," ujarnya.

Selain itu, katanya, pemberdayaan sebagai upaya penguatan hak asasi, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan partisipasi perempuan dan anak dalam membangun perdamaian.

"Olehnya pemberdayaan perempuan korban kekerasan di daerah konflik diarahkan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi perempuan dapat berkembang, berusaha dan mencari nafkah sendiri dan tidak bergantung pada orang lain, yang disesuaikan dengan program peningkatan ekonomi masyarakat," katanya.

Mengenai partisipasi anak, Vennetia menerangkan partisipasi anak untuk memberikan pemahaman kepada anak sejak dini agar dapat hidup damai.

Baca juga: Jalan terjal basmi teror kelompok Ali Kalora
Baca juga: Polri datangkan psikolog tangani korban kekerasan MIT di Sigi
Baca juga: Empati terus mengalir bagi korban kekerasan teroris di Sigi

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020