Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis bebas mantan Direktur Bank Swadesi yang saat ini berganti nama menjadi Bank of India Indonesia Ningsih Suciati terkait tindak pidana perbankan dalam pemberian fasilitas kredit dari laporan Direktur PT Ratu Kharisma, Rita Kishore.

"Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," kata Ketua Majelis Hakim M Sainal beranggotakan Hakim Ignatius Eko dan Kadarisman di PN Jakarta Pusat, Senin.

Sainal memiliki pertimbangan senada dengan pakar hukum perbankan Yunus Husen yang dihadirkan sebagai saksi ahli mengenai pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam pemberian fasilitas kredit yang dilakukan terdakwa tidak termasuk ranah tindak pidana.

Baca juga: Bank of India Tenderkan Saham Publik di Bank Swadesi

Hakim menilai agar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dapat dikategorikan peraturan perundang-undangan maka harus memenuhi empat unsur.

Unsur tersebut adalah peraturan tersebut harus tertulis dan memuat norma hukum yang mengikat secara umum, dibuat oleh Lembaga Negara atau Pejabat yang berwenang, dibentuk melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, dan harus diundangkan dengan menempatkannya pada salah satu tempat pengumuman seperti lembar negara, tambahan lembar negara dan lain sebagainya.

Berdasarkan hal itu, hakim memastikan standar operasional prosedur tidak memenuhi kriteria suatu perundang-undangan.

Terkait putusan itu, pengacara Ningsih, Fransisca Romana menghormati putusan majelis hakim yang telah memutus sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan menunggu sikap jaksa penuntut umum (JPU).

Sementara itu, JPU belum mengambil sikap atau upaya yang akan dilakukan terkait putusan bebas murni majelis hakim tersebut.

Kasus tersebut bermula pada 2008 ketika Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku Direksi PT Ratu Kharisma mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Swadesi Rp10,5 miliar dengan agunan berupa tanah seluas 1.520 meter persegi di daerah Seminyak, Bali.

Ratu membayar Rp230 juta yang diambil fasilitas kredit, sehingga belum membayar utang dari kantung sendiri, dan dianggap lalai atas kewajibannya maupun bunga sejak Juni 2009.

Pihak bank telah menyampaikan pemberitahuan, peringatan, dan pemutusan kredit, namun Rita tidak melaksanakan kewajibannya.

Baca juga: Bank of India Akuisisi 76 Persen Saham Bank Swadesi

Merujuk Pasal 6 UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Lelang dan pencatatan objek agunan melibatkan Kantor Pertanahan (BPN), pihak bank lantas mengajukan lelang umum di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar.

Hasilnya, aset tersebut laku senilai Rp6,38 miliar setelah melalui lima kali proses lelang. Namun, PT Ratu Kharisma tidak puas dengan hasil lelang tersebut karena nilai lelang jauh di bawah nilai pasar.

Saat lelang keempat, debitur bahkan meminta kreditur menghapus utang Rp5 miliar. Jumlah itu merujuk pada putusan hakim dalam gugatan wanprestasi. Selisih dari nominal utang dipotong nilai aset yang dilelang. Namun, permintaan itu ditolak pihak bank.

Setelah melalui proses panjang, akhirnya keduanya melaporkan komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Bali atas dugaan melakukan tindak pidana perbankan.

Baca juga: BI Setujui Akuisisi Bank Swadesi oleh Bank of India

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020