... Pendekatan yang dilakukan masih konvensional, cenderung menyampingkan hak rakyat kecil dan pro kepada pemodal besar...
Medan (ANTARA) - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS ) Sumatera Utara, Amin Multazam, menilai konflik agraria jumlahnya semakin menumpuk dan belum ada penyelesaian yang efektif.

"Selain itu, konflik agraria tersebut menjadi sorotan yang sangat penting," ujar dia, di Medan, Jumat.

Baca juga: Petani asal Deli Serdang memilih bertahan di Jakarta

Baca juga: Bamsoet desak Kementerian ATR selesaikan konflik di Deli Serdang

Baca juga: Menaker janji akan sampaikan keluhan petani Deli Serdang


Walau dia katakan persoalan konflik agraria di Sumatera Utara ibarat benang kusut yang sulit diurai namun jika pemerintah memiliki kemampuan, dan perlahan-lahan konflik tersebut bisa diselesaikan secara baik. "Pendekatan yang dilakukan masih konvensional, cenderung menyampingkan hak rakyat kecil dan pro kepada pemodal besar," ujarnya.

Ia mengatakan, dari hasil pemantauan sepanjang 2020, KontraS mencatat 30 titik konflik agraria yang terjadi di Sumatera Utara. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya terdapat 23 titik konflik.

Baca juga: Pemerintah diharapkan dukung masyarakat adat untuk jaga hutan

Baca juga: Panja sepakat RUU Masyarakat Adat jadi usul inisiatif DPR

Baca juga: MPR dorong pemerintah jaga komitmen jamin eksistensi komunitas adat


Konflik di atas lahan HGU paling banyak terjadi di wilayah pantai timur Sumatera Utara yang merupakan daerah perkebunan potensial. Sedangkan persoalan eks HGU didominasi seputar 5.873,06 Hektare yang tersebar di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, dan Binjai.

"Sementara itu konflik imbas pembangunan dan masuknya industri skala besar terjadi di Deli Serdang, Langkat, dan Kawasan Danau Toba hingga Kabupaten Dairi," katanya.

 

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020