Jakarta (ANTARA) - Wahana Visi Indonesia (WVI) mengingatkan arti penting menjaga kesehatan jiwa keluarga di tengah pandemi COVID-19 untuk mencegah kekerasan terhadap anak yang terjadi di dalam rumah.

"Kekerasan kepada anak saat pandemi sebenarnya mengonfirmasi temuan BKKBN bahwa lebih dari 90 persen keluarga mengalami stress," kata Faith and Development Manager WVI Anil Dawan melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Anil mengatakan kesehatan jiwa dalam masa pandemi seolah luput dari perhatian dan intervensi bantuan dan dukungan psikososial.

Baca juga: WVI: Orang tua perlu dukungan psikososial

Keluarga, terutama orang tua dan anak-anak, perlu mendapatkan dukungan dalam prinsip lingkaran ekologi seperti lembaga masyarakat, lembaga agama, dan semua pemangku kebijakan.

"Penggunaan bahasa cinta adalah keterampilan yang perlu dipahami orang tua sehingga mampu membangun komunikasi yang baik di tengah keluarga," tuturnya.

Menurut Anil, pengembangan ketahanan keluarga yang dibangun dari nilai-nilai luhur iman dan agama perlu terus dihidupkan karena bisa mencegah perilaku kekerasan.

Saluran konseling daring perlu dimaksimalkan sehingga orang tua memiliki teman belajar dan sahabat untuk berbagi sehingga tidak merasa sendiri dalam mengasuh anak-anaknya. Pemimpin agama dan psikolog perlu dilibatkan dalam intervensi tersebut.

Baca juga: WVI: Hak anak tetap harus dipenuhi saat pandemi COVID-19

Psikolog Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang merupakan salah satu mitra WVI Kuriake Kharismawan mengatakan banyak orang tua yang tidak bisa mengelola emosi karena dikuasai rasa takut.

"Takut kata orang, takut pada keluarga besar kalau anaknya tidak pintar, takut akan masa depan anak, hingga takut tidak bisa memenuhi kebutuhan karena pandemi. Hal itu kemudian diekspresikan tanpa bisa mengendalikan diri," katanya.

Kuriake mengatakan orang tua perlu memiliki "termometer" untuk mengukur diri sendiri saat merasa cemas, takut, atau marah. Orang tua perlu mundur sejenak, menarik nafas, dan menenangkan diri.

"Terkadang, yang ditakutkan adalah sesuatu yang tidak realistis. Misalnya takut masa depan anak hancur bila nilainya jelek. Padahal, anak tinggal kelas pun belum tentu masa depannya hancur," jelasnya.

Menurut Kuriake, orang tua tidak perlu memaksakan diri dan anak bila tidak dapat memenuhi kriteria tertentu, terutama pada masa pandemi ketika segala kegiatan serba terbatas.

Orang tua perlu memilah apa saja yang menjadi prioritas dan apa saja yang dapat dilepaskan atau diikhlaskan. Hal itu akan membuat beban orang tua berkurang sedikit. 

Baca juga: WVI: Tetap sehat saat bepergian dengan sering bersihkan tangan
 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020