Jakarta (ANTARA) - Direktorat Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengajak masyarakat untuk mengembangkan inovasi kekayaan intelektual komunal (KIK) seperti pengetahuan tradisional dan sumber daya genetik (SDG).

Hal itu disampaikan oleh Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang DJKI Kemenkumham Dede Mia Yusanti pada acara "KIK Talk" hari kedua, Rabu.

"Ada keterkaitan erat sebetulnya antara sumber daya genetik dengan kekayaan intelektual, yaitu adanya inovasi dan informasi. Jadi, dalam hal ini kalau kita bicara inovasi maka sumber daya genetik tersebut akan berkaitan dengan paten,” ujar Dede.

Dede menilai bahwa KIK seperti pengetahuan tradisional dan SDG yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan menjadi sebuah paten yang dapat bermanfaat untuk kehidupan manusia.

Baca juga: DJKI - UTS kerja sama lindungi kekayaan intelektual

Menurut dia, apabila KIK tersebut dapat dikelola dengan baik, maka hal itu akan membuka peluang bagi sumber perekonomian daerah dan negara.

Adapun SDG yang terkait dengan paten di antaranya mikroorganisme, varietas tanaman, rangkaian genetik seperti DNA dan RNA, nukleotida, rangkaian asam amino, plasmid, dan vektor.

“Semua makhluk hidup itu sebenarnya tidak dapat diberi paten. Dalam hal ini, hewan atau tanaman yang kita tahu masuk dalam sumber daya genetik itu tidak bisa dilindungi paten, kecuali jasad renik,” kata Dede.

Selain SDG, kata dia, pengetahuan tradisional juga dapat dikembangkan menjadi sumber inovasi yang menghasilkan paten.

Pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang digunakan masyarakat secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, di antaranya berkaitan dengan pertanian, obat tradisional, pengobatan tradisional, dan kosmetik tradisional.

Baca juga: Permohonan kekayaan intelektual meningkat di masa pandemi COVID-19

“Ada dua sisi dari pengetahuan tradisional dan SDG yang perlu diperhatikan, di satu sisi kita bicara pelestarian dan di satu sisi kita bicara pelindungan," ujar Dede.

Pelestarian yang dimaksud Dede yakni jangan sampai warisan nenek moyang itu punah, bahkan diklaim oleh negara lain serta rawan terhadap "biopiracy" maupun penyalahgunaan.

Sementara pelindungan yang dimaksud yakni pemanfaatan dari SDG dan pengetahuan tradisional yang dikembangkan lebih lanjut sehingga keduanya bisa dilindungi melalui sistem kekayaan intelektual, khususnya paten sebagai salah satu bentuk inovasi.

Dede mengatakan bahwa seluruh elemen masyarakat dan lembaga pemerintah memiliki kewajiban untuk melestarikan budaya, dengan mencatatkan KIK ke DJKI Kemenkumham untuk di inventarisasi.

“Pencatatan itu hal yang penting, karena pencatatan itu menjadi salah satu bukti kepemilikan,” ucap Dede.

Baca juga: DJKI pantau pemalsuan merek alkes di tengah pandemi COVID-19

Selain itu, dia juga berharap agar potensi kekayaan alam juga tidak berhenti pada pelestariannya saja, tetapi juga dikembangkan menjadi inovasi yang dapat bermanfaat untuk masyarakat dan berdampak pada perekonomian negara.

“Kita ingin potensi kekayaan alam tidak hanya berhenti pada pencatatan, tidak hanya berhenti pada pelestarian tetapi ada sesuatu yang jauh lebih kita manfaatkan untuk kepentingan ekonomi bangsa dan negara yaitu pengembangan pada produk alam itu sendiri,” ujar Dede.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020