Jakarta (ANTARA) - Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Mahkamah Konstitusi menjadi ajang adu unggul program pensiun antara Asabri, Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan.

Sebabnya pensiunan TNI yang merasa sudah nyaman dengan manfaat dari PT Asabri (Persero) keberatan apabila dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan seperti amanat dari UU BPJS. Begitu pun pensiunan pejabat negara dan aparatur sipil negara dengan Taspen yang juga diatur untuk dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Sebelum pengalihan benar-benar dilakukan pada 2029, sebanyak empat purnawirawan TNI, yakni Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin, Laksamana TNI (Purn) Dwi Purnomo, Marsma TNI (Purn) Adis Banjere, dan Kolonel TNI (Purn) Adieli Hulu khawatir mendapatkan penurunan manfaat dan ketidakamanan kerahasiaan data apabila program Asabri dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Sepakat dengan kekhawatiran pemohon, Asabri menunjukkan keunggulan-keunggulan program yang tidak dimiliki BPJS Ketenagakerjaan.

Direktur Utama PT Asabri (Persero) Sony Wijaya menyiratkan hanya BUMN yang awalnya merupakan cabang khusus PT Taspen untuk urusan militer itu yang memahami karakteristik khas TNI, Polri serta pegawai aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri.

Karakteristik khas yang dimaksudnya di antaranya adalah kerahasiaan data yang melekat pada anggota TNI sesuai amanat Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang TNI serta risiko penugasan yang tinggi saat menjalankan tugas, misalnya, gugur saat bertugas.

Menyesuaikan karakteristik itu, Asabri mengelola program tabungan hari tua (THT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), pensiun serta program tambahan berupa pinjaman uang muka KPR, pinjaman polis reksadana top up, bahana berimbang Asabri Sejahtera, dan proteksi beasiswa Taspen Life.

Sony Wijaya menuturkan Asabri telah berpengalaman dalam program jangka panjang tabungan hari tua dan pensiun, sedangkan dalam hal itu BPJS Ketenagakerjaan disebutnya belum memiliki penanganan yang baik.

Untuk program pensiun, Asabri menggunakan skema pay as you go yang memberikan kepastian dan keamanan untuk kelangsungan pembayaran pensiun para pensiunan prajurit TNI maupun Polri yang telah mengabdi seumur hidupnya kepada negara. Hal itu berbeda dengan skema yang ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan berupa fully funded yang memungkinkan menjadi unfunded jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan.

Menurut Asabri, program asuransi sosial militer semestinya dipisahkan dengan warga sipil sebagai bentuk penghargaan untuk prajurit TNI, anggota Polri serta ASN Kemhan dan Polri berupa kesejahteraan sosial saat masih aktif hingga purna tugas.

"Perwujudan penghargaan atas pengabdian tersebut dilakukan dengan pengelolaan jaminan sosial yang bersifat fokus dan segmented," ujar Sony Wijaya. Ia menyebut sebagian besar negara dengan praktik terbaik juga memisahkan program pensiun untuk militer dan sipil.

Kemudian Taspen yang berada dalam satu kapal dengan Asabri juga memberikan keterangan keunggulan program pensiun yang dimilikinya.

Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Kosasih mengatakan hal yang sama bahwa negara-negara yang memiliki praktik terbaik juga memisahkan jaminan sosial untuk penyelenggara negara, baik itu ASN mau pun pejabat negara, dari sektor swasta.

Alih-alih menjabarkan satu-satu program yang dimiliki seperti Asabri, Taspen memilih memberikan logika matematis yang disebutnya sangat sederhana.

Perhitungan manfaat dana kelolaan Taspen per 31 Desember 2019 sebesar Rp263 triliun yang hanya dikhususkan untuk kesejahteraan 6,8 juta peserta dan nantinya akan lebih tinggi setelah reformasi pensiun dijalankan oleh pemerintah.

Sementara BPJS Ketenagakerjaan memiliki peserta sebanyak 55,2 juta atau 8,11 kali lebih banyak dari peserta Taspen. Sedangkan dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp431,7 triliun, tidak sampai dua kali lipat dari dana kelolaan Taspen.

Apabila keduanya dilebur, dana BPJS yang tidak sebesar jumlah pesertanya dapat menimbulkan penurunan manfaat untuk pensiunan pejabat negara maupun ASN.

Selain keunggulan mengelola dana yang besar, Taspen menyebut imbal hasil investasi bersih sebesar 8,5 persen per tahun berdasarkan data tahunan 31 Desember 2019, jauh lebih tinggi dari imbal hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan yang hanya mencapai 6-7 persen per tahun.

"Hal itu semakin memperkuat kekhawatiran para pemohon bahwa manfaat yang lebih tinggi yang diterima oleh para peserta PT Taspen niscaya akan mengalami penurunan secara per kapita apabila programnya digabungkan dan/atau dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan," ujar Antonius Kosasih.

Soal kelembagaan Taspen yang merupakan sebuah BUMN tentunya memiliki sifat mencari profit, Antonius Kosasih menegaskan Taspen memiliki prinsip nirlaba serta gotong royong. Buktinya adalah pemerintah tidak mewajibkan Taspen untuk menyetorkan dividen.

Ia menambahkan Taspen dan Asabri sedang melakukan sinergi melalui teknologi bersama dan berbagi titik layanan yang akan semakin membuat layanan keduanya efisien dan efektif dengan biaya yang lebih rendah serta menjangkau lebih banyak peserta.

Balasan BPJS Ketenagakerjaan

Menanggapi penolakan pengalihan Taspen dan Asabri, mula-mula Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Sumarjono mengingatkan pentingnya gotong royong secara nasional tanpa membedakan profesi Warga Negara Indonesia karena jaminan sosial idealnya harus memenuhi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pengalihan Asabri dan Taspen pun berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, portabilitas, dan dana amanat.

Prinsip-prinsip itu disebutnya tidak dapat dicapai apabila jaminan sosial dikelola oleh BUMN yang berorientasi keuntungan. Semestinya dilaksanakan oleh badan hukum publik yang mengelola keuntungan untuk dikembalikan pada manfaat yang diterima peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Soal kekhawatiran penurunan manfaat yang akan diterima pensiunan PNS dan TNI-Polri, BPJS Ketenagakerjaan yakin hal itu tidak akan terjadi sebab jangka waktu pengalihan sampai 2029 yang diatur UU BPJS untuk menjamin agar pengalihan atau transformasi tersebut dipersiapkan dengan baik dan hati-hati agar tidak merugikan peserta Asabri dan Taspen.

Diakuinya program jaminan pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan program pensiun yang diselenggarakan Asabri dan Taspen.

Program pensiun BPJS Ketenagakerjaan merupakan perlindungan dasar yang wajib diikuti. Pada tahap awal implementasi 2015, pemberi kerja yang telah memberikan perlindungan pensiun kepada tenaga kerjanya tetap wajib mengikuti jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan.

Lembaga pensiun lain tetap berfungsi sebagai top up dengan keuntungan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pekerja atau pun pemberi kerja.

Khusus untuk peserta program Asabri yang khawatir kerahasiaan data terganggu apabila program dialihkan, BPJS Ketenagakerjaan menilai hal itu hanya pemahaman yang keliru.

BPJS Ketenagakerjaan disebutnya berkewajiban memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta dan pemberian informasi kepada peserta dilakukan secara langsung kepada peserta perseorangan untuk menjamin kerahasiaan data peserta.

Biarkan tersaji

Menanggapi keterangan tiga pihak terkait itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar ketiganya memberikan elaborasi lebih lengkap, di antaranya perbaikan yang sudah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, penurunan manfaat peserta Asabri apabila program dialihkan dan pandangan Taspen dalam memposisikan diri sesuai beberapa undang-undang yang mengaturnya.

Elaborasi itu akan menjadi bukti awal adanya indikasi manfaat untuk peserta lebih baik atau tidak apabila diintegrasikan.

"Jadi, itu harus kami diberikan elaborasinya. Contoh-contohnya apa saja. Jadi, biar dua makanan ini tersaji di depan Mahkamah begitu secara adil, nanti Mahkamah yang akan menilainya," ucap Saldi Isra.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020