Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan perempuan yang mudah percaya pada kabar bohong atau hoaks rentan terjerumus dalam jeratan terorisme.

"Paham radikalisme dan terorisme menyebarkan pengaruhnya melalui online dan offline . Secara online melalui media sosial (Facebook, Twitter dan Instagram), yang diakses melalui gawai yang telah menjadi bagian keseharian kita," ujar Giwo dalam webinar "Perkembangan dan Pencegahan Radikalisme di Kalangan Perempuan Indonesia" di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan perempuan sendiri seringkali mudah dipengaruhi, mudah percaya kepada informasi-informasi dan hoax, sehingga mudah terjerumus dalam jeratan terorisme.

Dia menjelaskan saat ini terorisme bukan hanya dilakukan oleh laki-laki, namun juga kaum perempuan. Beberapa tahun belakangan, terdapat tren perempuan menjadi sasaran organisasi ekstremis (teroris) yang "memanfaatkan" posisi perempuan sebagai penggerak di garis depan, propagandis, dan perekrut.

Baca juga: Kowani berikan pelatihan pada perempuan untuk bangkit saat pandemi

Menurut dia, perempuan menjadi sasaran rekrumen karena dianggap lebih mudah gerakannya dibandingkan dengan laki-laki.

"Tidak heran jika belakangan ini kita sering mendengar perempuan dan anak dipaksa melakukan aksi bom bunuh diri, seperti dalam beberapa kasus yang terjadi beberapa waktu lalu. Contohnya, kasus bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo pada Mei 2018, ada tiga perempuan yang terlibat dalam aksi itu. Beberapa perempuan muda menjadi korban, mereka dijadikan istri oleh jaringan teroris dengan tujuan untuk aksi terorisme," paparnya.

Giwo menerangkan keterlibatan perempuan dan anak dalam ekstremisme kekerasan menjadi salah satu isu yang mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena perempuan memiliki peran yang cukup kompleks dalam pusaran ekstremisme dan radikalisme.

"Banyak perempuan yang menjadi korban. Meski demikian, perempuan juga berperan sangat penting dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Bahkan, ada istri-istri yang berperan mencegah suami dan anaknya terlibat dalam terorisme," kata Giwo.

Baca juga: Kowani ajak organisasi perempuan terlibat dalam penanganan COVID-19

Oleh karena itu, perlu adanya upaya merumuskan langkah bersama untuk melindungi perempuan dari radikalisme, melalui penguatan perempuan-perempuan dengan edukasi dan sosialisasi masif mengenai bahaya radikalisme harus terus dilakukan.

Secara ekonomi pun, perempuan perlu diberikan pelatihan agar bisa keluar dari jerat kemiskinan, sehingga tidak mudah terpedaya rayuan teroris. Selain itu, organisasi keagamaan/kemasyarakatan harus aktif turun sampai ke tingkat keluarga, tidak bisa lagi diam dan menunggu, ada kasus baru bergerak.

"Kami berharap para perempuan dapat terhindar dari jerat radikalisme, memegang teguh tujuan pendiriannya, menjadi pelopor sekaligus mampu mengemban tugasnya sebagai Ibu bangsa, yaitu perempuan yang mendidik anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, kreatif, inovatif, unggul, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian kuat dan nasionalis, mampu menjaga moral keluarga dan masyarakat, menjaga alam untuk anak cucunya, serta mampu menggerakkan ekonomi keluarga dan masyarakat," kata Giwo.

Baca juga: Kowani desak RUU Perlindungan PRT segera disahkan

Baca juga: Kowani minta adanya standar pembelajaran daring


Sementara itu, Ketua Umum KADIN, Rosan Roeslani meminta pemerintah untuk memperhatikan betul dampak sosial dari pandemi COVID-19. "Jaring pengaman sosial jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah baru pada sisi keamanan," kata Rosan.

Rosan menambahkan perempuan memiliki peran yang luar bisa pada setiap lini kehidupan. "Oleh karenanya, perempuan hendaknya dapat menciptakan suasana yang damai dimanapun berada," ucapnya.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020