Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo mendesak agar Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan menjadi Undang-undang (UU).

"RUU PPRT yang diajukan pada 2004, tidak bisa ditunda lagi dan harus segera disahkan menjadi UU," ujar Giwo dalam diskusi peringatan Hari PRT internasional di Jakarta, Selasa.

UU PPRT tersebut diajukan pada 2004 dan sudah dijadikan prioritas pembahasan DPR sepanjang 2010 hingga 2014. Namun pada masa kerja DPR 2014-2019, RUU tersebut tidak dibahas lagi. Pada tahun ini,RUU tersebut kembali dibahas oleh DPR.

Baca juga: Kowani minta RUU Cipta Kerja tidak turunkan hak perempuan

Adanya aturan perlindungan PRT tersebut, sangat penting dalam mewujudkan keadilan sosial. PRT memiliki jasa yang tidak sedikit dalam pembangunan bangsa.

"PRT merupakan pekerjaan mulia, yang menjadi bagian integral pembangunan bangsa. Mari berjuang menjadi RUU ini menjadi UU," imbuh dia.

Belum adanya aturan mengenai perlindungan PRT tersebut, membuat PRT kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya atau dilecehkan. Tanpa adanya aturan tersebut, lanjut Giwo, perjuangan kaum perempuan tidaklah efektif.

"Kami berharap RUU tersebut segera disahkan karena ini merupakan wujud dan implementasi dari Pancasila. PRT wajib mendapatkan perlakuan yang layak. Adanya aturan ini merupakan bentuk peran aktif dan proaktif pemerintah terhadap kepedulian perlindungan dan harkat PRT. Perlindungan hukum harus disegerakan, oleh karena itu disahkannya RUU ini mutlak mendesak untuk direalisasikan," terang dia lagi.

Dalam RUU tersebut juga dibahas mengenai keseimbangan untuk pemberi kerja dan PRT. Giwo berharap PRT sebagai profesi, bukan perbudakan zaman modern yang bekerja 24 jam mulai dari membukakan pagar hingga menjaga anak.

Baca juga: Kowani minta adanya standar pembelajaran daring

Koordinator Nasional Jala, PRT Lita Anggraini, mengatakan RUU tersebut membahas mengenai rekrutmen, perlindungan, dan relasi PRT.

Terdapat sedikitnya 4,2 juta PRT yang bekerja di dalam negeri. Adanya UU itu menunjukkan adanya pengakuan ata dengan kata lain mengurangi angka pengangguran, menghapus diskriminasi, eksploitasi dan perbudakan. Pengakuan merupakan suatu akses bagi pekerja rumah tangga bisa mengakses pelatihan.

Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, mengatakan pada tahun ini RUU PPRT masuk ke dalam prioritas Prolegnas, setelah mandek selama 16 tahun.

"Persoalan pengesahan RUU PPRT ini tidak sesederhana kelihatannya, ada pertarungan politik di dalamnya," kata Willy.

Secara politik, pengajuan pembahasan RUU tersebut merupakan hak inisiatif Komisi IX DPR. Willy juga menambahkan setiap unsur pimpinan Baleg memiliki kuota mengajukan satu RUU untuk dibahas. Kuota yang dimilikinya pun digunakan untuk mengusulkan RUU PPRT itu.

"Sudah dilakukan beberapa kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Besok juga kami akan memanggil teman-teman yang menurut saya penting didengarkan," kata Willy lagi.*

Baca juga: DPR diminta bahas RUU PRT
Baca juga: Relawan mogok makan minta RUU PRT masuk Prolegnas
Baca juga: Legislator: RUU PRT perlu segera dituntaskan

Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020