Jakarta (ANTARA) - Presiden Soekarno ternyata bukan hanya seorang pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun juga arsitek yang mewariskan karya arsitektur yang tersebar dalam berbagai bangunan publik nasional.

Hal itu terungkap dalam diskusi virtual bertema 'Bung Karno Sang Arsitek' yang menghadirkan arsitek dan pengajar Universitas Pancasila, Yuke Ardhiati, yang dipandu sejarawan Bonnie Triyana, Selasa, seperti dikutip dalam siaran persnya, di Jakarta.

Ardhiati menjelaskan Bung Karno sebenarnya lulusan Jurusan Teknik Sipil jurusan Pengairan (Waterbouwkunde) dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun, seorang profesor di ITB kemudian mengenali bakat Bung Karno dalam menggambar, sehingga dia diminta agar bersedia menjadi asisten dengan tugas semacam draftman sejumlah proyek arsitektur.

Baca juga: Gagasan Bung Karno dinilai masih relevan di tengah pandemi COVID-19

Nama sang profesor adalah Charles Prosper Wolff Schoemaker, yang dikenal juga sebagai arsitek sejumlah bangunan, di antaranya Villa Isola (pernah menjadi markas tentara dan kini menjadi Rektorat UPI Bandung) dan Hotel Preanger di Bandung, Jawa Barat. Salah satu rumah yang terkenal menjadi karya mereka berdua adalah rumah Red Tulip.

"Jadi kesempatan baik itu menjadikan Bung Karno percaya diri mendirikan biro arsitek di tahun 1926," kata Ardhiati.

Belakangan, Soekarno lalu bermitra dengan Ir Anwari, kemudian Roosseno Soerjohadikoesoemo yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia, sebagai biro konsultan arsitektur.

Baca juga: GBK terpilih sebagai stadion terfavorit di Asia Tenggara

Di tengah perjuangan kemerdekaan Indonesia, Spekarno banyak mengerjakan ide arsitektur, sementara Rooseno yang melaksanakan konstruksinya.

Ardhiati yang menulis sejumlah buku mengenai karya arsitektur nasional pada era Bung Karno, menambahkan bahwa pengalaman itulah yang berkontribusi pada kematangan Bung Karno mewujudkan berbagai karya pada era berikutnya.

Termasuk ketika menjadi presiden Indonesia, dimana berbagai bangunan historis negara dibangun dan bertahan hingga kini.

“Dalam arsitektur, gagasan itu sudah dipandang sebagai karya. Sejak bekerjasama dengan zaman Pak Anwari dan Pak Rooseno, Bung Karno berperan sebagai penyumbang gagasan," kata dia.

Baca juga: GBK masuk nominasi stadion termegah di Asia Tenggara

Ketika menjadi presiden, kata dia, Soekarno banyak memperkerjakan arsitek dalam negeri sendiri dalam mewujudkan ide-idenya atas berbagai bangunan publik Indonesia. Salah satunya adalah Sudarsono, arsitek yang memvisualisasikan ide Bung Karno tentang Tugu Monas di Jakarta.

Triyana lalu mempertanyakan keabsahan keterlibatan Bung Karno dalam membangun berbagai bangunan publik. Sebab Soekarno pastilah sangat sibuk sebagai seorang presiden yang mengurusi negara Indonesia yang baru merdeka.

Menjawab itu, Ardhiati menjelaskan bahwa dalam dunia arsitektur, ide awal saja sudah merupakan bagian dari arsitektur itu sendiri. Dan para arsitek seperti Sudarsono yang kemudian bertugas memvisualisasikan.

Berdasarkan riset dan wawancaranya dengan para arsitek yang pernah bekerja bersama Soekarno, sang presiden pertama Indonesia itu kerap memanfaatkan acara sarapan pagi untuk berdiskusi dengan para arsitek.

Dari risetnya, dia menemukan bahwa berbagai bangunan publik yang dibangun di masa kepemimpinan Bung Karno, merupakan ide awal dari sang presiden.

Ia juga menceritakan sebuah kisah unik ketika Tugu Monas dibangun. Saat itu, Monas sudah hampir selesai, namun Bung Karno tiba-tiba meminta agar ditambah 10 meter lagi.

"Tiba-tiba Pak Karno bilang agar ditambah 10 meter lagi. Padahal gambar sudah selesai. Akhirnya dengan segala upaya jadi 132 meter seperti sekarang," kata dia.

Menurut Ardhiati, tak terhitung banyaknya hasil karya Soekarno maupun kolaborasinya dengan arsitek yang hingga kini masih ada. Termasuk kolaborasi dengan para seniman. Bangunan itu tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di wilayah dimana dulu Soekarno dibuang oleh penjajah.

Baca juga: Tugu Monas Dipadati Warga

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020