Tidak adanya standar yang jelas mengenai lembaga pelatihan yang dinilai pantas dan bisa bermitra dalam program Kartu Prakerja
Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan hasil analisis mengenai tidak adanya standar pelatihan yang disediakan berbagai lembaga mitra di Kartu Prakerja.

"Tidak adanya standar yang jelas mengenai lembaga pelatihan yang dinilai pantas dan bisa bermitra dalam program Kartu Prakerja," kata peneliti ICW Tibiko Zabar dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.

Pemerintah pada 2020 menyediakan Rp20 triliun yang diperuntukkan bagi 5,6 juta peserta Kartu Prakerja. Mereka yang berhasil mendapatkan Kartu Prakerja akan mendapat insentif total sebesar Rp3,55 juta. Dari jumlah tersebut, Rp1 juta dapat dipergunakan untuk membeli satu atau lebih pelatihan di mitra platform digital artinya anggaran total untuk seluruh platform digital adalah Rp5,6 triliun.

Menurut ICW, dari 850 pelatihan yang disediakan oleh lembaga pelatihan melalui platform digital memiliki rentang harga mulai dari Rp0 (gratis) hingga Rp1 juta. Beberapa pelatihan di antaranya memiliki jenis pelatihan yang serupa dengan harga yang berbeda–beda. Contohnya pelatihan terkait penulisan CV.

Baca juga: Pelatihan Kartu Prakerja diharapkan beri materi hadapi "new normal"

"Pelatihan CV ditawarkan dengan harga paling murah Rp135 ribu hingga paling mahal adalah Rp300 ribu. Di antara 9 pelatihan terkait dengan CV, ada jenis pelatihan yang benar–benar sama jenis pelatihannya yaitu Bedah CV untuk Sekolah ke Luar Negeri, Beasiswa, dan Lamaran Kerja yang ditawarkan oleh Skill Academy dan Imam Usman selaku co-founder Ruangguru dengan harga yang berbeda yaitu Rp135 ribu dan Rp168 ribu," ungkap Tibiko.

Padahal jenis pelatihan tersebut dapat dikatakan diselenggarakan oleh instansi yang sama, sebab Imam Usman dan Skill Academy sama–sama terkait dengan Ruangguru.

Pelatihan lainnya, "Cara Menulis CV yang dilirik HRD", ditawarkan oleh Pintaria dan HarukaEDU dengan harga yang sama yaitu Rp150 ribu. Pintaria dan HarukaEDU adalah instansi yang sama karena Pintaria merupakan bagian dari HarukaEDU.

Contoh lainnya adalah jenis pelatihan Bahasa Inggris bagi ojek daring yang ditawarkan oleh dua lembaga pelatihan yaitu Cakap dengan harga Rp250 ribu sedangkan English Today dengan harga Rp500 ribu untuk sekali pelatihan.

Selain itu, Cakap juga memiliki program tiga bulan mahir Bahasa Inggris untuk ojek dengan biaya Rp600 ribu yang besarnya tidak jauh berbeda dengan English Today untuk satu kali pelatihan.

Perbedaan harga yang cukup jauh juga terlihat dalam pelatihan terkait desain grafis. Harga yang ditawarkan bervariasi mulai dari Rp227 ribu hingga Rp1 juta.

Baca juga: IGJ: Efektivitas Kartu Prakerja perlu terukur jelas

"Ketiadaan standar harga juga dapat dilihat dari diskon–diskon yang diberikan oleh platform digital pada sebuah pelatihan. Diskon ini dapat berubah–ubah dalam hitungan hari sehingga beberapa pelatihan yang semula dipatok dengan harga lebih dari Rp1 juta menjadi di bawah itu atau sama. Hal ini sepertinya juga dikarenakan program Kartu Prakerja yang alokasi pelatihannya Rp1 juta," tutur Tibiko.

Menurut Tibiko, tidak adanya transparansi dan standar dalam penetapan harga pelatihan oleh manajemen pelaksana dalam mengelola program kartu prakerja membuat harga yang dipatok untuk pelatihan yang serupa berbeda–beda dan hanya berdasarkan standar lembaga pelatihan, padahal dana yang digunakan untuk membiayai pelatihan daring ini adalah bersumber dari APBN.

Selain persoalan tidak adanya standar harga pelatihan, besaran komisi platform digital juga tidak jelas.

Dalam sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai Program Prakerja, tidak ada ketentuan yang pasti mengenai besaran komisi yang berhak diterima platform digital.

Pasal 52 ayat (1) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 3 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja dinyatakan "Platform digital diperbolehkan mengambil komisi jasa yang wajar dari Lembaga Pelatihan yang melakukan kerja sama".

Sementara pada Pasal 52 ayat (2) Permenko No 3 tahun 2020 dinyatakan bahwa "Besaran komisi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dan mendapat persetujuan dari Manajemen Pelaksana".

"Ketiadaan batas wajar mengenai komisi jasa yang diterima oleh platform digital mengakibatkan setiap platform memiliki standarnya masing-masing. Selain itu kurangnya transparansi dalam penetapan besaran komisi juga berpotensi platform digital mendapat komisi yang tidak sewajarnya," tambah Tibiko.

Baca juga: Asa dan kritik pengguna untuk Kartu Prakerja

Kondisi tersebut punya potensi besar merugikan peserta program kartu prakerja.

Contohnya apa yang terjadi pada platform MauBelajarApa.com. Di dalam situs tersebut dijelaskan bahwa terdapat biaya administrasi dan pemasaran sebesar 20 persen dari tiket kelas yang terjual melalui situs MauBelajarApa.com. Sayangnya penyampaian informasi mengenai biaya di tujuh platform digital lainnya tidak tersedia.

Delapan "platform" digital Kartu Prakerja yaitu Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa dan Kementerian Tenaga Kerja.

Baca juga: Pengguna Kartu Prakerja lihat insentif sebagai faktor penarik utama

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020