Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian segera membuat green map (peta hijau) dengan pemerintah daerah sehingga dapat terjalin sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan normal baru.

Yanuar Prihatin mengusulkan green map berisi pedoman khusus untuk masyarakat perdesaan dan kota kecil.

"Rencana dibangun bukan saja perspektif ekonomi, melainkan aspek lain, seperti kehidupan beragama, sosial, poltiik, dan budaya," kata Yanuar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Anggota Fraksi PKB DPR RI ini menilai pemerintah pusat dan daerah wajib punya pedoman, seperti green map, yaitu sebuah peta jalan yang menjelaskan tentang tata cara kehidupan masyarakat di perdesaan dan kota kecil pascapendemi COVID-19 sehingga warga tidak cemas dalam membangun roda kehidupan baru.

Baca juga: Pengusaha sebut pembukaan mal perlu diikuti sektor pariwisata

Ketua DPP PKB itu mengatakan bahwa green map adalah sebuah keharusan karena selama ini Presiden Joko Widodo baru mengedepankan aspek ekonomi secara makro, padahal justru perekomonian UMKM pun belum diperhatikan.

Skema insentif bagi nelayan, petani, dan UMKM, lanjut dia,  justru dilarikan ke stimulus pinjaman dengan bunga yang akan memberatkan.

"Saya menyarankan jika pemerintah pusat tidak siap, bisa dikolaborasikan dengan dana daerah sehingga besaran di tiap daerah mengikuti skema keuangan masing-masing," katanya.

Menurut Yanuar, pinjaman dengan bunga untuk modal UMKM, nelayan, dan petani itu memberatkan. Seharusnya bantuan modal tanpa syarat yang harus diberikan kepada mereka.

Pinjaman dengan bunga, kata dia, sama saja dengan pinjaman daring sehingga hal itu yang harus diubah.

Jika pemerintah pusat tidak mampu, daerah bisa sinergis melalui keuangan daerah, misalnya dengan bantuan langsung tunai (BLT) di sektor ekonomi salah satunya.

Di sektor agama, menurut dia, Mendagri seharusnya bekerja sama dengan Menteri Agama untuk di tiap wilayah wajib membuat konsep protokol yang sesuai, terutama di pusat keagamaan seperti pesantren, balai keagamaan, dan tempat ibadah.

"Ada ketakutan di kalangan ulama dan pemuka agama untuk menyelenggarakan kegiatan ibadah dan keagamaan," katanya.

Baca juga: ASITA Kalbar: Era "new normal" harapan baru di sektor pariwisata

Walaupun protokol kesehatan terkait dengan COVID-19 ini disosialisasikan ke daerah, menurut Yanuar, belum ada pedoman khusus yang dibuat secara baku. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama dengan organisasi keagamaan untuk menjamin ibadah dan aktivitas kegamaan hingga ke desa-desa.

Ia mengatakan bahwa kalangan kiai, ulama, dan pemuka agama kesulitan dalam penyelenggaran ibadah sehingga perlu adanya fasilitas kesehatan khusus yang berada di pesantren, madrasah, dan sekolah agama lainnya sehingga penanganan menjadi khusus.

"Ini perlu kerja sama dengan organisasi agama, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan organisasi agama yang ada di Indonesia," katanya.

Yanuar menilai kehidupan budaya dan politik juga membutuhkan sebuah pedoman khusus. Indonesia dengan beragam suku dan budaya yang sering kali melibatkan banyak orang menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat.

Ia menegaskan bahwa green map merupakan pedoman bukan saja sebuah konsep yang sulit dilaksanakan karena berisi anjuran berupa kesehatan, agama, dan konstitusi.

Baca juga: Gugus Tugas Kepri minta warga makin disiplin jelang normal baru

Dalam green map, kata dia, juga dibutuhkan sebuah regulasi yang betul-betul dibakukan secara tegas. Jika ada institusi, terutama pemerintah daerah yang mengabaikan pedoman tersebut, pemerintah pusat wajib memberikan sanksi tegas kepada daerah.

"Di dalamnya wajib memberikan pedoman khusus mengenai kehidupan normal baru di tengah masyarakat pascapendemi COVID-19," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020