Beijing (ANTARA News/Reuters) - Polisi China menahan 718 orang atas dugaan terlibat dalam pengacauan maut suku di daerah Xinjiang di baratlaut pada bulan lalu, kata kantor berita resmi Xinhua pada Selasa.

Tidak jelas tentang kemungkinan jumlah itu mewakili jumlah semua yang ditangkap sesudah kerusuhan tersebut, karena laporan itu tidak menyebut yang dibebaskan.

Pejabat sebelumnya menyatakan lebih dari 1.500 orang ditahan.

Laporan itu mengutip keterangan Chen Zhuangwei, kepala Badan Keamanan Umum di Urumqi, ibukota Xinjiang.

Secara terpisah, radio negara melaporkan bahwa yang berwenang menangkap 83 tersangka, penangkapan resmi pertama seperti itu sesudah kerusuhan tersebut.

Tersangka itu termasuk baik warga Uigur maupun orang China Han, dan tuduhan meliputi pembunuhan, pembakaran, penyerangan dan mengganggu ketertiban umum, tambahnya.

Dalam kekerasan terburuk suku di Xinjiang dalam beberapa dasawarsa belakangan, perusuh Uigur menyerang suku besar China Han di Urumqi pada 5 Juli sesudah turun ke jalan untuk menentang serangan terhadap karyawan Uigur di pabrik di China selatan pada Juni, yang menewaskan dua warga Uigur.

Warga Han di Urumqi membalas dendam dua hari kemudian.

Suku Uigur, orang Turki dengan sebagian besar Muslim dan berkaitan bahasa serta kebudayaan dengan Asia tengah, membentuk hampir separuh dari 20 juta warga Xinjiang.

Kekerasan itu menewaskan 197 orang, kebanyakan warga China Han, dan melukai lebih dari 1.600 orang, kata angka resmi.

Xinjiang sejak lama menjadi daerah panas terkendali ketat dengan ketegangan suku, dipicu kesenjangan ekonomi di antara banyak warga Uigur dengan China Han, kendali pemerintah atas agama dan kebudayaan serta banjir warga Han, yang kini adalah bagian besar di Urumqi.

Beijing tidak mau kehilangan kendalinya atas wilayah luas berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Afganistan, Pakistan dan India, menyimpan cadangan minyak dan wilayah terbesar penghasil gas alam Cina.

Orang Uigur berbicara dalam bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut yang terjadi di Xinjiang "semacam pembantaian".

Warga Uigur di pengasingan menyatakan pasukan keamanan China menanggapi terlalu berlebihan atas unjuk rasa damai dan menggunakan kekuatan mematikan.

Delapan juta orang Uigur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia Tengah ketimbang dengan orang China Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang.

Bersama dengan Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Suku kecil itu sejak lama mengeluhkan orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari bantuan pemerintah sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka.

Beijing menyatakan kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun belakangan, merupakan pekerjaan dari kelompok pemberontak di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi suku kecil Uigur.

Kekerasan atas orang Uigur itu menimbulkan gelombang unjuk rasa di berbagai kota dunia, seperti, Ankara, Berlin, Canberra, dan Istambul.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009