Jakarta (ANTARA) - Mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitty Hikmawatty menerima dan menyatakan menghormati keputusan Presiden Joko Widodo yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat akibat pernyataannya yang kontroversial tentang perempuan dapat hamil bila berenang bersama laki-laki.

"Saya menghormati keputusan Presiden dan mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya dalam upaya pelindungan anak," kata Hikma dalam jumpa pers secara daring yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Hikma mengatakan pada Senin (27/4) telah mengembalikan fasilitas inventaris negara yang melekat padanya sebagai komisioner KPAI berdasarkan kepatutan dan dokumen yang ada.

Sebagai bagian dari upayanya untuk menuntaskan kecintaannya kepada lembaga KPAI, Hikma meminta kepada Presiden untuk memperhatikan celah dan kekosongan hukum dan etika yang terjadi di KPAI.

"Saya berharap segera dilakukan perbaikan internal di lembaga KPAI sehingga komisioner dan pegiat hak asasi manusia lainnya tidak mengalami hal serupa," tuturnya.

Menurut Hikma, dia akan mengambil hikmah dari kejadian yang menimpanya. Apalagi, keputusan pemberhentian secara tidak hormat itu terjadi di bulan Ramadhan.

"Di hari-hari baik ini, saya menyampaikan mohon maaf lahir dan batin," ujarnya.

Sementara itu, pegiat perempuan Adriana Venny menilai Dewan Etik KPAI dalam menilai permasalahan tersebut berat sebelah karena dalam keputusannya tidak mencantumkan pembelaan Hikma.

Apalagi, salah satu narasumber yang dimintai pendapat oleh Dewan Etik KPAI menyebutkan tidak ada kode etik di lembaga KPAI.

"Ada kecerobohan karena tidak ada rujukan dalam keputusan tersebut," tuturnya.

Sementara itu, pegiat Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel mempertanyakan konsistensi lembaga KPAI dalam menyikapi kekeliruan yang dilakukan komisionernya.

"Pada November 2017, seorang komisioner KPAI lain, mengeluarkan rilis yang mengecam kekerasan dalam video yang viral dengan menyebutkan identitas pelaku, identitas sekolah, dan nama wilayah," katanya.

Ternyata identitas yang disebutkan itu salah. Menurut Reza, kekeliruan yang terjadi itu hampir mirip dengan kekeliruan yang dilakukan Hikma.

"Saya tidak pro dan kontra dengan komisioner mana pun, tetapi saya melihat konsistensinya. Mengapa penyikapan serupa terhadap Hikma tidak dilakukan pada komisioner yang melakukan kekeliruan pada November 2017?" katanya. 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020