Jakarta (ANTARA) - Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi sikap tegas jajaran kepolisian untuk melakukan tembak di tempat terhadap para pelaku kejahatan eks-narapidana (napi) yang kembali berulah.

Namun, IPW menyarankan kebijakan tembak di tempat tetap mematuhi Standar Prosedur Operasional (SOP) yang berlaku.

"Patut diapresiasi karena akhir akhir ini penjahat makin sadis. Namun dalam melakukan aksi tembak ditempat jajaran Polri harus sesuai SOP dengan misi melumpuhkan," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kemarin, penangkapan napi asimilasi hingga satgas pungli bansos
Baca juga: Kabareskrim minta jajaran tidak ragu menindak pelaku street crime


Dari pantauan IPW, sejak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham RI) melepaskan 30.432 narapidana dengan alasan wabah Corona, aksi kejahatan di Indonesia, khususnya Jakarta semakin sadis dan brutal.

Para pejahat tidak sungkan-sungkan menikam korbannya dengan celurit atau membuat korbannya tersungkur di jalanan saat tasnya dijambret.

Selain itu, para penjahat nekad hendak membacok polisi yang berusaha menangkapnya. Bahkan, ada juga begal yang masih berusaha menebas polisi dengan celurit, meski polisi sudah menembaknya.

Dalam menghadapi para penjahat yang bersikap nekad belakangan itulah, IPW memandang jajaran kepolisian perlu meningkatkan profesionalisme dalam mematuhi SOP-nya, agar semakin terlatih, baik secara fisik maupun saat menembak pelaku kejahatan.

"Polisi yang terlatih diperlukan agar taat SOP. Dengan sikap profesional dan terlatih, setiap anggota polisi akan mampu melumpuhkan penjahat yang bersikap nekat, sehingga Polri tidak dituding sebagai algojo yang mengeksekusi mati para penjahat di jalanan," kata Neta.

Baca juga: Polri: 28 napi asimilasi yang berulah sudah ditangkap

IPW memandang perlu bagi polisi bersikap tegas terhadap pelaku kejahatan, termasuk melakukan tembak di tempat yang tetap patuh pada SOP.

Neta mengatakan IPW menyesalkan sikap Menkumham RI yang telah melepaskan 30.432 napi tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan Polri.

Ia juga mendesak Menkumham RI meminta maaf kepada masyarakat yang menjadi resah dengan adanya kebijakan pelepasan napi tersebut.

"Bahkan ketika kejahatan marak setelah napi itu dibebaskan, Menkumham RI harusnya merasa malu atas ulahnya. Seharusnya Menkumham minta maaf kepada Polri dan masyarakat," ujar Neta.

IPW mencatat memang dari 30.432 napi yang dibebaskan baru 28 yang tertangkap karena berulah kembali, dengan membuat kejahatan baru.

Namun ulah napi yang sadis itu sudah menjadi inspirasi bagi para penjahat lain untuk "bangun" melakukan aksi pembegalan, penjambretan, perampokan minimarket dan aksi kejahatan lain yang menggunakan celurit dan sadis.

"Bagaimana pun semua ini tidak bisa dilepaskan dari tanggungjawab Menkumham RI yang melepaskan 30.432 napi, sehingga Polri dan masyarakat yang menanggung bebannya di tengah masih maraknya wabah Corona," kata Neta menandaskan.


Baca juga: Napi penerima asimilasi di Padang jadi tersangka pencurian gawai
 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020