Semarang (ANTARA) - Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) menyarikan dan memproduksi beragam informasi akurat terkait dengan Coronavirus Disease (COVID-19) dalam bentuk video dan poster edukatif bagi masyarakat dengan menggunakan 42 bahasa daerah.

Koordinator Japelidi Novi Kurnia yang juga Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Rabu malam, mengatakan bahwa konten digital itu untuk mengimbangi banjir hoaks yang menyesatkan warga pada saat pandemi COVID-19.

"Selain bahasa Indonesia dan bahasa Mandarin, kami juga membuat beragam konten digital "Jaga diri dan Jaga Keluarga"  dalam 42 bahasa daerah supaya bisa lebih dekat dengan keseharian masyarakat kita yang majemuk," kata Novi Kurnia menjelaskan.

Baca juga: Wakapolri minta masyarakat waspadai isu hoaks soal corona

Baca juga: Kominfo jaring 242 hoaks tentang virus corona


Produksi konten berbahasa daerah ini, kata Novi, masih akan bertambah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kolase: Poster edukatif bagi masyarakat dalam bahasa Maluku Utara dan bahasa Mandarin. ANTARA/HO-Japelidi

Untuk menyebarkan konten berbahasa daerah tersebut, Japelidi bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), dan Komunitas “Berbeda Itu Biasa”.

Baca juga: Polda NTB: Jangan bermain hoaks corona

Penyebaran konten dilakukan melalui akun Instagram (https://www.instagram.com/japelidi/?hl=en) dan Twitter (https://twitter.com/japelidi?lang=en) Japelidi.

Selain itu, juga dilakukan melalui akun media sosial dan grup WhatsApp para anggota Japelidi yang berjumlah 163 orang dengan membagikan poster digital seperti "Jaga diri dan Jaga Keluarga", "Perlindungan Data Pribadi", dan "Sumber Informasi Terpercaya", serta videografik tips menemani anak belajar di rumah.

Tanggapan warganet, menurut dia, sangat positif. Misalnya, banyak orang atau komunitas meminta pihaknya mengirim file untuk mereka cetak sendiri, lalu membagikannya kepada warga berusia lanjut di sekitar mereka.

"Bahkan, ada yang membuatnya menjadi spanduk. Memang banyak orang tidak mengakses jejaring sosial, sehingga akses informasi mereka pun terbatas," kata Novi.

Baca juga: Polri sudah proses 41 kasus hoaks terkait COVID-19

Baca juga: Stafsus Presiden ajak milenial perangi hoaks soal COVID-19


Japelidi juga melakukan kampanye luring dengan membagikan sabun dan hand sanitizer bagi warga yang masih harus bekerja di luar rumah, seperti pengendara ojek dan pedagang pasar.

Menyinggung anggaran, Novi mengatakan bahwa dana untuk membuat beragam konten digital itu berasal dari urun daya donasi anggota Japelidi yang sebagian besar anggotanya adalah dosen dari 78 perguruan tinggi di 30 kota di Indonesia.

Kegiatan luring dilakukan oleh tim Japelidi dan warga dengan membagikan selebaran, poster, dan spanduk di tempat-tempat strategis di banyak daerah, yakni Jakarta, Yogyakarta, Bali, Salatiga, Semarang, Lamongan, Malang, Bandung, Ponorogo, Depok, Surabaya, Sukabumi, Blora, Grobogan, dan Bogor.

Daerah lainnya, adalah Banjarmasin, Kulonprogo, Gresik, Tegal, Wonogiri, Cilacap, Magelang, NTT, Kutai, NTB, Timika, Kabupaten Semarang, Lombok Timur, Lampung, dan Samarinda.

"Cakupan wilayah ini masih terus bertambah seiring bertambahnya dukungan warga," kata Novi.

Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak menyangka dukungan dari warga akan sebesar ini. Seperti halnya kampanye politik, kampanye kesehatan juga harus dilakukan melalui darat di banyak tempat.

"Masih banyak ruang yang belum terjangkau, padahal isu pandemi ini sangat mendesak," kata Lestari Nurhajati, dosen LSPR yang menjadi Koordinator Kampanye Japelidi Lawan Hoaks COVID-19, menambahkan keterangan Novi.

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020