Yogyakarta (ANTARA News) - Upacara tradisional Grebeg Maulud Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang digelar bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Senin berlangsung meriah disaksikan ribuan msayarakat dari dalam maupun luar Yogyakarta, serta sejumlah wisatawan mancanegara (wisman).

Masyarakat menunggu sejak pagi hari untuk menikmati tontonan upacara tradisional turun-temurun tersebut, meskipun harus berdiri berdesakan di tengah teriknya matahari.

Prosesi grebeg maulud tahun ini tampak menarik perhatian sejumlah wisatawan mancanegara (wisman), yang dengan sabar menunggu sejak awal hingga berakhirnya upacara tradisional itu dan mereka dengan antusias mengabadikan prosesi adat tersebut melalui kamera maupun kamera video miliknya.

Jalannya prosesi upacara tradisional Grebeg Maulud berupa iring-iringan Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan Dharat yang dikeluarkan dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil, Pagelaran, Alun-Alun Utara hingga berakhir di halaman Masjid Gede Kauman Yogyakarta.

Gunungan yang dibuat dari bahan makanan seperti sayur-sayuran, kacang, cabai merah, ,ubi dan beberapa pelengkap yang terbuat dari ketan dan dibentuk menyerupai gunung, yang melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah Keraton Mataram.

Parade Gunungan Lanang, Wadon ,Gepak, Pawuhan dan Dharat yang dipimpin oleh Manggoloyudho (panglima perang) GBPH Yudhaningrat disambut dengan tembakan salvo oleh para prajurit keraton ketika keluar dari dalam keraton dan melewati Alun-alun Utara.

Iringan "Gunungan" tersebut dikawal oleh sembilan pasukan prajurit keraton, di antaranya prajurit Wirobrojo, Ketanggung, Bugis, Daeng, Patangpuluh, Nyutro. Mereka mengenakan seragam dan atribut aneka warna dan membawa senjata tombak, keris serta senapan kuno.

Selanjutnya sejumlah "gunungan" dibawa ke Masjid Agung/Besar Kauman Yogyakarta, untuk diberkati dan didoakan oleh penghulu keraton. Kemudian "gunungan" itu menjadi rebutan warga yang sudah sejak pagi menunggu di halaman masjid tersebut.

Sedangkan satu gunungan dibawa menuju Pura Pakualaman dengan dikawal prajurit tradisional dan kemudian menjadi rebutan ratusan warga setempat.

Mereka yang memperoleh bagian dari "gunungan" tersebut masih mempercayai bahwa sedekah Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut akan membawa berkah bagi kehidupan mereka.

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selama setahun menyelenggarakan upacara tradisional Grebeg Besar sebanyak tiga kali yaitu Grebeg Syawal diselenggarakan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan Grebeg Maulud atau bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sementara itu, Ketua Forum Slaturahmi Insan Pariwisata (Fosipa) Indonesia, Sarbini di Yogyakarta, mengatakan upacara tradsisional Grebeg yang diselenggarakan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan kegiatan budaya yang masih manarik perhatian warga Yogyakarta, maupun wisatawan mancanegara (wisman).

Mestinya, kegiatan adat tradisional tersebut dapat dikemas menjadi paket wisata yang menarik .Apalagi, Keraton Ngayogyakarta Hadingrat menjadi bagian segitiga emas wisata Jateng-DIY yang sering menmjadi tujuan utama kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

"Upacara tradisional ini tidak saja diminati oleh wisatawan nusantara (wisnus) namun juga diminati oleh wisman yang tengah berkunjung ke daerah ini,"katanya.(*)




Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009