Mentok, Babel (ANTARA) - Jangan samakan kehidupan nelayan Pesisir Tanjungpunai, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan kehidupan nelayan daerah lain. Secara ekonomi nelayan kampung itu cukup makmur, kalau hanya mencari uang sehari Rp150.000 hingga Rp300.000 itu mudah.

"Mereka sangat jarang terlilit hutang, kalau hanya untuk makan hingga dua atau tiga hari ke depan, cukup sekali melaut," kata penggagas wisata mangrove Tanjungpunai, Ardianeka.

Warga kampung pesisir yang terletak di ujung Kecamatan Mentok, ibu kota Kabupaten Bangka Barat, tersebut sejak kecil terbiasa hidup di laut dan sangat paham karakteristik pesisir pantai tempat tinggalnya.

Dengan latar belakang pendidikan yang rendah, bahkan sebagian warga masih buta huruf dan ada beberapa anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan formal, kehidupan di pesisir Tanjungpunai seperti berjalan di tempat.

"Mereka butuh mentor, pendamping yang bisa dipercaya untuk bisa mengubah kehidupan menjadi lebih hidup," kata Ardianeka.

Sebagai Kepala Seksi Perencanaan KPHP Rambat Menduyung, Ardianeka atau akrab dipanggil Bik Eka sekitar setahun lalu memberanikan diri masuk ke kampung nelayan tersebut untuk memberikan pemahaman pentingnya menjaga kelestarian kawasan pesisir, sesuai tugasnya sebagai orang lapangan di UPT Dinas Kehutanan Babel.

Gayung bersambut, kehadiran Bik Eka mendapatkan respons positif dari warga yang selama ini merasa terpinggirkan dari arus pembangunan yang digencarkan pemerintah.

"Kehadiran saya di kampung ini mendapatkan sambutan di luar bayangan, mereka sangat antusias dan merasa diperhatikan," katanya.

Keasrian kampung pesisir yang masih ditumbuhi mangrove dengan tegakkan cukup rapat dan hijau asri memikat Bik Eka yang kemudian memutuskan untuk membeli sebidang tanah di kampung itu untuk dijadikan rumah tinggal.

Kehadiran salah satu petugas lapangan pemerintah di tengah masyarakat kampung nelayan Tanjungpunai menjadi titik tolak gairah warga sekitar untuk menjadikan kehidupan mereka lebih baik.

"Sebagai langkah awal, saya kumpulkan warga untuk bersama-sama memanfaatkan mangrove itu sebagai tempat wisata dan mereka mendukung rencana tersebut," katanya.

Semangat gotong royong yang selama ini sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari warga kampung sangat terlihat dalam proses pembangunan wisata mangrove Tanjungpunai.

Setiap kali dijadwalkan untuk bersama-sama kerja bakti di lokasi yang sudah ditentukan, warga secara suka rela mengumpulkan uang iuran Rp10.000 per keluarga untuk membeli berbagai kebutuhan, seperti bensin untuk alat potong kayu, bahan bakar perahu pencari batang dan konsumsi seadanya.

"Dalam sembilan hari kerja bakti sudah terbangun lebih dari 100 meter jembatan berbahan kayu di dalam lokasi wisata mangrove Tanjungpunai," kata Bik Eka.

Kerja bersama dan swadaya warga patut mendapatkan apresiasi positif dari seluruh pihak karena kegigihan dan kemauan sangat besar untuk mendapatkan sesuatu yang baru, yang selama ini berada di luar jangkauan pikiran warga yang sehari-hari disibukkan dengan jala, pancing dan serok tersebut.

"Pembangunan jembatan di dalam mangrove ini bukan melulu untuk mengejar terbentuknya objek wisata, namun dari aktivitas itu saya gunakan kesempatan untuk berkomunikasi, memberikan bimbingan pola manajerial dan motivasi agar mereka semakin berkembang dan mampu mengatur kehidupan keluarga masing-masing tanpa meninggalkan kearifan lokal warisan leluhur," katanya.

Baca juga: Babel kembangkan 500 hektare wisata mangrove Belitung

Baca juga: Cagar Alam Tanjung Panjang ditanami mangrove BKSDA Sulut-Gorontalo

Baca juga: Polres Kotim tanam 1.000 mangrove di Pantai Ujung Pandaran



Semangat harapan baru

Kehadiran Ardianeka yang saat ini sudah menetap di rumah barunya di tengah kampung nelayan tersebut membawa harapan dan semangat baru bagi warga.

Seiring dengan pembangunan lokasi wisata mangrove Tanjungpunai, warga juga sudah membentuk kelompok tani hutan Jaya Bersama yang diketuai Wisno dan merintis kelompok sadar wisata.

"Sebagian besar warga pesisir Tanjungpunai bekerja sebagai nelayan dan berkebun, kami berharap dengan adanya objek wisata baru ini bisa membantu meningkatkan kesejahteraan warga," kata Wisno.

Dengan adanya rintisan objek wisata memasuki kawasan mangrove di kampung tersebut diharapkan ke depan akan semakin banyak wisatawan yang berkunjung.

"Sebagai langkah awal, secara swadaya kami sudah membangun jembatan kayu memasuki kawasan mangrove dengan panjang sekitar 100 meter, secara bertahap panjang jembatan akan kami tambah dan ada beberapa bangunan pendukung, seperti tempat swafoto, pondok dan tempat berjualan," katanya.

Pengerjaan jembatan kayu panjang untuk para pejalan kaki yang ingin menikmati keindahan dan keasrian mangrove di lokasi itu dikerjakan secara gotong royong sekitar sebulan terakhir.

"Seluruhnya kami lakukan secara swadaya, setiap sore setelah melaut, sesuai jadwal yang sudah disepakati, kami berkumpul dan bergotong royong membangun jembatan tersebut," katanya.

Warga menargetkan jembatan tersebut bisa dibangun sampai lebih dari satu kilometer hingga menghubungkan lokasi penanaman jambu monyet yang ada di ujung kampung tersebut.

Dengan adanya kolaborasi antara lokasi wisata mangrove dengan perkebunan jambu monyet di lokasi itu diyakini ke depan akan semakin menarik untuk dikunjungi.

"Saat ini warga juga sedang membentuk kelompok sadar wisata yang nantinya akan berperan aktif dalam pengelolaan objek wisata, selain itu kami juga sedang belajar membuat aneka buah tangan berbahan limbah tangkapan nelayan," katanya.

Baca juga: Cegah rob, Ditpolairud Polda Jabar tanam mangrove di pesisir Cirebon

Baca juga: Pemkot Langsa ajukan hutan bakau di program strategis wisata nasional

Baca juga: Bank DKI pertimbangkan pemberian kredit berdampak lingkungan



Bibit tanaman buah

Geliat warga sudah cukup terasa dalam beberapa bulan terakhir, hal tersebut menarik perhatian Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Baturusa Cerucuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk memberikan bantuan sesuai permintaan warga untuk memperindah objek wisata.

Sebagai langkah awal BPDASHL Baturusa CErucur Babel menyalurkan bantuan sebanyak 100 bibit tanaman buah untuk penghijauan sisi jalan menuju objek wisata mangrove Tanjungpunai.

Bantuan bibit tanaman buah tersebut terdiri dari bibit pohon rambutan, jeruk, jambu air, kelengkeng dan durian, selanjutnya ditanam warga, anak sekolah, bersama sejumlah perwakilan pemerintah dan kepala desa.

Selain bantuan bibit tanaman buah, pemerintah juga menyalurkan bantuan pupuk kompos agar tanaman tersebut bisa tumbuh sesuai harapan.

Bantuan tersebut diharapkan bisa mendukung program penghijauan dan pelestarian lingkungan sekaligus memberi harapan menambah ekonomi masyarakat.

Para pelajar yang dilibatkan merupakan generasi penerus, mereka dilibatkan agar semakin sadar lingkungan dan merasa memiliki potensi alam yang ada di desanya.

Dengan pola seperti itu diharapkan ke depan generasi muda di daerah itu tidak hanya sebagai penonton, namun bisa menjadi pelaku dan motor penggerak pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Baca juga: Bank DKI tanam 5000 pohon mangrove di Jakarta Utara

Baca juga: Bank DKI kembangkan program keuangan berkelanjutan

Baca juga: Seruyan tanam mangrove di kawasan pesisir



Sambutan kepala desa

Kepala Desa Belolaut, Ibnu yang hadir dan bersama-sama warga melakukan penanaman pohon penghijauan di lokasi itu menyambut baik kemauan besar warga yang sudah tergambar dengan keberadaan jembatan kayu di hutan mangrove itu.

"Ini merupakan destinasi wisata baru berbasis masyarakat yang cukup menarik untuk dikunjungi, semangat warga juga patut mendapatkan apresiasi," kata Ibnu.

Kemauan untuk maju yang dimiliki warga pesisir Tanjungpunai patut mendapatkan dukungan seluruh pihak dan diharapkan bisa menular ke warga kampung lain agar pembangunan berjalan sesuai harapan.

"Jika semangat ini terus dijaga kami optimistis akan membawa kesejahteraan di kemudian hari," ujarnya.

Ia juga memberikan apresiasi kepada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Baturusa Cerucuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah menyalurkan bantuan bibit tanaman buah ke warga Tanjungpunai.

"Setelah berhasil merintis pembangunan objek wisata, warga juga mendapatkan bantuan tanaman penghijauan, ini merupakan langkah positif dalam mendukung pembangunan dengan tetap mengedepankan kelestarian lingkungan," katanya.

Potensi alam di Tanjungpunai yang merupakan bagian dari Desa Belolaut tidak kalah dibandingkan daerah lain, tinggal pola pengelolaan masyarakat yang perlu terus didorong agar mampu berkembang.

Daerah ini cukup kaya dan luar biasa akan kekayaan alam, keindahan pesisir dan kekayaan laut, hanya butuh perhatian, pendampingan dan peningkatan koordinasi dengan pemerintah agar pembangunan bisa berjalan dengan baik dan bermanfaat kepada warga.

"Pada dasarnya kami siap bantu, tinggal peningkatan koordinasi saja karena kelompok masyarakat sudah mulai bergerak dalam setahun terakhir," katanya.

Kepala Seksi Potensi Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Suarman mengatakan pemkab siap mendukung gerakan masyarakat dalam membangun dan mengelola objek wisata alam yang ada di lokasi itu.

"Objek wisata mangrove Tanjungpunai merupakan salah satu potensi destinasi wisata baru yang perlu didorong agar semakin berkembang, sebagai langkah awal kami akan bantu promosi," katanya.

Objek wisata di pesisir Tanjungpunai itu memiliki keisitimewaan tersendiri, karena selain digerakkan oleh swadaya warga setempat juga alamnya masih lestari.

"Tegakan tanaman mangrove masih asri dan cukup rapat, warga juga cukup antusias menerima para tamu yang berkunjung dengan tetap mengedepankan kearifan lokal yang ada," katanya.

Inisiatif warga yang berhasil merintis pembangunan objek wisata tersebut merupakan sebuah semangat dan harapan baru, dalam mendukung upaya pembangunan daerah dan nasional yang berwawasan lingkungan.
 
Warga bergotong royong dan swadaya merintis pembangunan objek wisata Mangrove Tanjungpunai, Kabupaten Bangka Barat. (babel.antaranews.com/ Donatus DP)


Objek wisata mangrove menghamparkan harapan baru bagi warga untuk mendapatkan tambahan penghasilan, juga sebagai sarana berkomunikasi, menjaga semangat gotong rotong dan belajar menata kehidupan keluarga.

Dengan bimbingan dan arahan yang baik, warga akan semakin mencintai lingkungannya, bersama-sama menjaga kondisi laut, kelestarian tegakan mangrove sekaligus membangun kepariwisataan berbasis budaya lokal.*

Baca juga: KKP dorong pembangunan pusat informasi ekowisata mangrove Lombok Barat

Baca juga: Luas mangrove Indonesia meningkat, kata delegasi COP25-UNFCCC

Baca juga: Gerakan "Save Teluk Bima" dicanangkan dengan penanaman mangrove

 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020