Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh diminta untuk menyelamatkan situs sejarah Makam Sultan Sayed Jamalul Alam Badrul Munir Jamalluail di Kampung Baru Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh yang selama ini kurang mendapat perhatian dan terkesan terabaikan.

"Kondisi Makam Sultan Jamalul kini sangat memprihatinkan dan kami berharap Pemerintah Aceh dapat menyelamatkan peninggalan sejarah ini," kata Ketua Yayasan Darod Donya Cut Putri di Banda Aceh, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan Cut Putri yang turut didampingi advokat Nourman Hidayat dan mantan Wakil Ketua DPRK Aceh Besar Saifunsyah di sela-sela silaturahmi dengan kantor LKBN Antara Biro Aceh.

Cut Putri yang pernah mengabadikan musibah tsunami Aceh 26 Desember 2004 itu menyatakan Sultan Jamalul merupakan ulama besar yang membangun peradaban Islam di Aceh pada abad 18.

Baca juga: Program Kotaku PUPR rehabilitasi situs sejarah Kerajaan Aceh

Baca juga: Pewaris Kerajaan Aceh gelar upacara pengibaran Alam Pedang

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Linge dipamerkan di Milenial Gayo Festival



Di bawah warung bakso

Komplek Makam Sultan Jamalul Alam yang letaknya tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman berada di belakang kompleks pertokoan dan tembok sebuah kantor pemerintahan.

Dia menyebutkan dalam komplek tersebut sebenarnya terdapat empat makam, namun dua makam lainnya yakni Makam Sultan Badrul Alam dan makam ayahandanya Sayed Syarif Ibrahim sudah disemen di bawah lantai dalam salah satu warung bakso.

"Persis di atas makam tersebut diletakkan tungku untuk masak bakso," kata Cut Putri, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung itu.

Ia berharap Pemerintah Aceh berkomitmen untuk menyelamatkan situs sejarah tersebut, karena makam itu salah satu bukti berkembangnya peradaban Islam pada waktu itu.

Dalam kesempatan tersebut, Cut Putri menyerahkan peta komplek Makam Sultan Jamalul Alam yang dikutip dari salah satu manuskrip yang ditulis satu tahun sebelum Belanda menduduki Aceh.

"Jadi, pihak kesultanan sudah mempersiapkan untuk anak cucu kita dengan membuat kitab tentang sejarah makam tersebut. Mereka sudah tahu apabila ada penyerangan Belanda, sejarah Aceh akan hancur," kata Cut Putri.

Hal senada juga dikemukakan Nourman Hidayat yang menyatakan penyelamatan benda cagar budaya adalah perintah konstitusi, bukan hanya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

"Secara tegas regulasi meminta Pemerintah untuk menyelamatkan cagar budaya, melindungi, dan mengembangkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan siapa saja yang merusak dan menghilangkan benda cagar budaya dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun dan minimal enam bulan," katanya.*

Baca juga: Harta karun kerajaan kuno hebohkan Aceh

Pewarta: M Ifdhal
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020