Bogor (ANTARA) - Kota Bogor optimistis dapat meningkatkan peringkat Kota Layak Anak dari kategori madya menjadi nindya, bahkan utama.

"Dengan persiapan yang lebih matang dan saling bersinergi," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPMPPA), Artiana Yanar Anggraini di Kota Bogor, Sabtu.

Dia juga mengajak semua pihak untuk bersinergi meningkatkan status Kota Bogor sebagai Kota Layak Anak (KLA) dengan kategori yang lebih tinggi pada penilaian KLA tahun 2019.

Penilaian KLA dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Pada 2017 dan 2018, Kota Bogor mendapat penghargaan KLA dengan peringkat madya.

Kementerian PPPA mengelompokkan lima peringkat KLA. Yakni madya, nindya, utama, dan kabupaten/kota layak anak (kelana). Dalam dua kali penilaian yang dilakukan oleh Tim dari Kementerian PPPA, Kota Bogor meraih peringkat madya.

Karena itu, Pemerintah Kota Bogor melalui DPMPPA juga mengajak media massa untuk bersinergi mewujudkan Kota Bogor sebagai KLA dengan peringkat yang lebih tinggi.

Baca juga: Jakut dikunjungi tim kota layak anak nasional

Menurut Artiana, ada empat elemen yang harus saling bersinergi untuk mewujudkan KLA, yakni pemerintah, swasta, dunia usaha, dan media.

"Kami sudah mengajak swasta dan dunia usaha untuk bersinergi mewujudkan Kota Bogor sebagai KLA dengan peringkat yang lebih baik. Saat ini, kami mengajak media untuk bersinergi," katanya.

Menurut dia, ada empat elemen pendukung untuk mewujudkan program Kota Layak Anak, mulai dari pemerintah, masyarakat, media massa dan dunia usaha.

"Keempat elemen ini harus bersinergi dalam mewujudkan Kota Bogor Kota Bogor sebagai Kota Layak Anak dengan peringkat yang lebih tinggi," katanya.

Pemberitaan yang positif dari media massa sangat penting dalam mewujudkan Kota Bogor sebagai KLA.

Artiana menjelaskan, ada 12 butir pedoman pemberitaan ramah anak untuk menjaga anak-anak dari persepsi negatif oleh publik.

Butir-butir itu antara lain, media merahasiakan identitas anak dalam memberitakan mengenai anak, khususnya yang diduga, disangka, didakwa, melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

Media juga juga harus memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.

Media tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya, seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orang tuanya dan/atau keluarga serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

"Wartawan dalam membuat berita mengenai anak juga diharapkan berpatokan pada kaidah kode etik jurnalistik," katanya.
Baca juga: Jakarta Utara bersama Komunitas Psikologi Peduli bentuk Forum Anak
 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019