Jakarta (ANTARA) - Ibu Kota Jakarta kembali bertengger di peringkat kelima sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Senin pagi versi AirVisual.com.

Berdasarkan data dari laman AirVisual.com pada Senin pukul 08.50 WIB, kualitas udara Jakarta saat ini mencapai angka 176 berdasarkan Indeks Kualitas Udara (AQI) dengan status udara tidak sehat.

AirVisual juga mencatatkan udara Jakarta secara keseluruhan mengandung polutan PM2.5 dengan kepadatan 104,8 µg/m³.

Sedangkan pada Senin pagi ini Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) belum merilis hasil pengukuran polutan PM2.5 di wilayah Jakarta.

Kota dengan kualitas udara terburuk pertama versi AirVisual.com ditempati oleh Hanoi di Vietnam dengan nilai AQI 229.

Sedangkan posisi kedua ditempati oleh Delhi di India dengan status udara tidak sehat. Delhi mencatatkan angka 191 berdasarkan indeks AQI.

Dhaka di Bangladesh menjadi kota ketiga dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan AQI 186.

Lahore di Pakistan menempati urutan keempat untuk kualitas terburuk di dunia dengan nilai AQI 184.

Kemudian di posisi keenam ditempati oleh Kolkata di India dengan AQI 169, Dubai di Uni Emirat Arab di posisi ketujuh dengan AQI 166, lalu ada Hangzhou di China di posisi delapan dengan AQI 154.

Di posisi sembilan ditempati oleh satu-satunya kota di Eropa yang masuk daftar 10 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia yakni Belgrade di Serbia dengan AQI 153.

Nelengkapi daftar 10 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Kabul di Afghanistan dengan nilai AQI 152.

Sejak Agustus 2019, masyarakat Jakarta terpaksa menghirup udara dengan kualitas udara yang tidak baik berdasarkan laporan kualitas udara di situs AirVisual.com.

Untuk meminimalisir efek negatif polusi udara terhadap kesehatan, masyarakat dianjurkan mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan masker bagi yang akan beraktivitas di luar ruangan.

Masyarakat juga disarankan untuk menutup jendela rumah dan menggunakan pemurni udara di dalam ruangan.

Mereka yang bepergian juga diharapkan bisa beralih ke transportasi massal atau menggunakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019